Opini

Rokok Mengancam Hifzdun Nafs

Rokok Mengancam Hifzdu Nafs

Dian Rahmat Nugraha ,SHI,M.Ag

LTNNU Tasikmalaya

A.    Pendahuluan

Di antara jenis konsumsi yang memberi madharat menurut para ahli kesehatan adalah rokok. Tidak ada satu pun ahli kesehatan yang mengatakan bahwa rokok itu sehat. Semua ahli kesehatan sepakat bahwa rokok itu berbahaya, sangat berbahaya bahkan, bagi kesehatan tubuh.

Sayangnya, hasil penelitian pakar kesehatan itu kurang tersampaikan pesannya kepada para ulama di zaman sekarang ini. Sehingga tetap saja hukum rokok adalah hukum yang paling kontroversial khususnya di negeri kita.

Ada dua kubu besar yang bersilang pendapat tentang hukum rokok. Kelompok pertama adalah kelompok yang tidak mengharamkan rokok. Kelompok kedua adalah lawan dari kelompok pertama, mereka mengatakan rokok itu haram. Rokok dalam bahasa Arab disebut dengan tadkhin (تدخين ). Namun istilah ini di dalam kitab-kitab fiqih klasik tidak kita temukan. Kalau pun ada, maka yang ditemukan bukan rokok melainkan tembakau lebih sering disebut sebagai tabagh ( تبغ ).

Rokok memang berisi tembakau, namun kita tidak bisa menyamakan begitu saja antara keduanya, karena memang berbeda,  banyak versi tentang sejarah rokok yang ditulis orang. Seringkali antara satu versi dengan versi yang lain dan bagaimana sejarah rokok di Indonesia dan bagaimana para ulama berpendapat mengenai rokok tersebut

B.    Pembahasan

  1. Sejarah Rokok di Indonesia

Sebelum datangnya bangsa Eropa ke Indonesia, orang Jawa sudah mengenal rokok. Hanya saja bahannya bukan tembakau tapi rempah-rempah. Contohnya slokarang, kelembak, lisong dan lainnya. Orang Jawa menyebutnya udut. Sejarah rokok di Indonesia seringkali dibedakan dari sejarah rokok dunia dengan beberapa alasan. Hal itu karena rokok di Indonesia sangat khas dan unik, sangat jauh berbeda dengan rokok yang umumnya dikenal orang di berbagai belahan dunia.

Para penikmat rokok dunia umumnya mengakui bahwa rokok buatan Indonesia sangat berbeda dengan umumnya rokok yang dikenal, yaitu faktor rasanya yang gurih. Ada yang menyebutkan bahwa gurihnya rokok itu karena faktor campuran rempah-rempah, khususnya cengkeh. Ketika dihisap cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi keretek -keretek, maka rokok ini sering disebut dengan rokok kretek.

  1. Perbedaan Pendapat Ulama Salaf

Pembahasan tentang rokok hanya ada di dalam kitab-kitab fiqih di masa belakangan. Istilah yang digunakan bukan ‘rokok’, melainkan tabagh yang berarti tembakau. Namun kebanyakan kitab fiqih klasik yang ditulis oleh para ulama ulama di masa lalu tidak sampai kata sepakat untuk mengharamkan tembakau. Kalau kita teliti dengan seksama kitab-kitab fiqih klasik, maka akan kita dapatkan hanya sebagian ulama yang sampai mengharamkan. Selebihnya ada yang menyebut hukumnya makruh. Dan ternyata juga yang dengan tegas menghalalkannya.

2.1 Pendapat Yang Mengharamkan

Di dalam kitab-kitab fiqih klasik, kita menemukan para ulama yang tegas mengharamkan tembakau. Kalau kita klasifikasikan berdasarkan latar belakang mazhabnya, kurang lebih susunannya sebagai berikut :

  1. Ulama Mazhab Al-Hanafiyah

▪ Asy-Syeikh Asy-Syurunbulali (w. 1069 H)

▪ Syeikh Abdurrahman Al-Imadi (w. 1051 H)

  1. Ulama Mazhab Al-Malikiyah

▪ Salim As-Sanhuri (w. 1015 H)

▪ Ibrahim Al-Laqqani (w. 1041 H)

▪ Muhammad bin Abdul Karim Al-Fakkun.

  1. Ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah

▪ Al-Qalyubi (w. 1069 H)

▪ Ibnu ‘Alan (w. 1057 H)

▪ Najmuddin Al-Ghazzi (w. 1061 H).

  1. Ulama Mazhab Mazhab Al-Hanabilah

▪ Syeikh Ahmad Al-Buhuty (w. 1051 H)

Catatan penting yang harus diingat bahwa ketika mereka mengharamkannya, alasan yang digunakan adalah karena tembakau itu dianggap muskir alias memabukkan. Sehingga hukumnya diqiyaskan kepada khamar.

  1. 2. Pendapat Yang Memakruhkan

Selain pendapat yang mengharamkan di atas, tidak sedikit yang pendapatnya hanya sampai makruh saja dan tidak mengharamkannya. Kalau kita klasifikasi berdasarkan latar belakang mazhabnya, kurang lebih susunannya sebagai berikut :

  1. Ulama Mazhab Al-Hanafiyah

▪ Ibnu Abdin (w. 1252 H)

▪ Abu As-Su’ud (w. 982 H)

▪ Al-Laknawi (w. 1304 H).

  1. Ulama Mazhab Al-Malikiyah

▪ Syeikh Yusuf Ash-Shafti (w. 1193 H).

  1. Ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah

▪ Asy-Syarwani (w. 1289 H).

  1. Ulama Mazhab Al-Hanabilah

▪ Ar-Rahibani (w. 1243 H)

▪ Ahmad bin Muhammad Al-Manqur At-Tamimi (w. 1125 H).

Umumnya yang dijadikan landasan atas kemakruhan tembakau karena baunya yang kurang sedap. Sehingga secara umum mereka memakruhkan kalau ada orang yang melakukannya, bahkan seluruh ulama sepakat melarang penghisap tembakau untuk masuk masjid.

Sedangkan alasan tidak mengharamkannya, karena tidak ada nash yang sharih (tegas) untuk mengharamkannya.

  • Pendapat Yang Menghalalkan

Dan ada juga para ulama yang secara tegas menghalalkan tembakau. Kalau kita klasifikasikan berdasarkan latar belakang mazhabnya, kurang lebih susunannya sebagai berikut :

  1. Ulama Mazhab Al-Hanafiyah

▪ Abdul Ghani An-Nablusy (w. 1143 H)

▪ Al-Hashkafi (w. 1088 H)

▪ Al-Hamawi (w. 1056 H)

  1. Ulama Mazhab Al-Malikiyah

▪ Ali Al-Ajhuri (w. 1066 H)

▪ Ad-Dasuqi (w. 1230 H)

▪ Ash-Shawi (w. 1241 H)

▪ Al-Amir (w. 1232 H)

▪ Muhammad bin Ali bin Al-Husain (w. 1114 H)

  1. Ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah

▪ Ar-Rasyidi (w. 1096 H)

▪ Asy-Syubramalisi (w. 1087 H)

▪ Al-Babili (w. 1077 H)

  1. Ulama Mazhab Al-Hanabilah

▪ Mar’i Al-Karimi (w. 1033 H)

Dan penting untuk dicatat bahwa ulama sekelas Al-Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H) juga termasuk mereka yang menghalalkan tembakau. Beliau ini lebih sering kita kenal sebagai penulis kitab Nailul Authar dan juga Tafsir Fathul Qadir.

Dalil Pendapat Ini :

Adapun dalil yang mereka gunakan kenapa tidak mengharamkan tembakau ada beberapa poin. Ternyata tudingan bahwa tembakau itu memabukkan sebagaimana yang dilontarkan oleh kelompok yang mengharamkan tidak terbukti. Dalam pandangan mereka, asap tembakau itu kalau dihirup tidak memabukkan, dan tembakau berbeda dengan daun ganja yang memang memabukkan.

Selain itu mereka juga menggunakan dalil kaidah fiqhiyah yang berbunyi :

Hukum asal segala sesuatu adalah ibahah (boleh) sampai datangnya nash yang mengharamkannya.dan nash yang mengharamkannya tidak pernah ada, kecuali hanya ijtihad sebagian kalangan. Dan ijtihad bukan nash syariah. Kalau pun disebutkan bahwa asap tembakau itu madharat dan berbahaya buat manusia, ternyata dalam pandangan mereka sifatnya tidak massal. Buat mereka yang bermasalah dengan asapnya, boleh diharamkan. Sedangkan buat yang tidak terkena dampaknya, tentu tidak bisa diharamkan.

Yang kebanyakan diambil dari pendapat-pendapat itu oleh para kiyai kita adalah pendapat pertengahan, yaitu hanya sebatas makruh dan tidak disukai. Dan ‘illat kemakruhannya karena mengakibatkan nafas yang bau. Sehingga hukum kemakruhannya mirip dengan hukum makruhnya orang yang makan bawang atau jengkol.

Namun seluruh ulama sepakat mengatakan bahwa orang yang habis menghisap tembakau dimakruhkan untuk mendatangi masjid, dengan alasan baunya tidak sedap. Nampaknya dua alasan di atas adalah alasan yang sering dipakai oleh para kiyai dan tokoh agama di negeri kita.

2.1.1     Dalil Pendapat Yang Menghalalkan

Mereka yang mengatakan rokok itu tidak haram, umumnya berangkat dari alasan-alasan berikut ini :

  1. Tidak Ada Nash Zhahir Yang Mengharamkan

Mereka beralasan bahwa hukum halal haram itu harus berlandaskan langsung secara eksplisit dari ayat Quran dan hadits nabi. Nyatanya tidak ada nash baik ayat Al-Quran atau pun hadits nabi yang menegaskan keharaman rokok.

Dan selama tidak ada nash yang secara zahir mengharamkan sesuatu, justru kita diharamkan untuk membuat hukum sendiri di luar apa yang diharamkan oleh kedua sumber hukum agama itu.

Dari enam ribuan lebih ayat Al-Quran yang kita baca, memang tidak ada satupun yang menyebutkan tentang rokok. Semua nash yang sering dikutip terkait pengharaman rokok adalah nash-nash yang dikait-kaitkan maksud dan tafsirnya, namun tetap tidak ada yang menyebut secara tegas tentang rokok.

Padahal Al-Quran adalah kitab yang amat lengkap dan tidak pernah luput dari mengharamkan apa yang memang seharusnya haram. Tetapi tidak sekali pun menyebut tentang rokok. Demikian juga dengan hadits-hadits nabi, tidak ada satu pun yang menyebut-nyebut tentang rokok. Apalagi mengharamkannya. Padahal rokok sudah dikenal dan dihisap berjuta manusia jauh sebelum Rasulullah SAW diutus ke permukaan bumi ini. Dan orang Arab di masa nabi sudah mengenal rokok.

Penggalian arkeologi telah menunjukkan bahwa 4000 tahun yang lalu, dan mungkin sebelumnya, suku Indian Amerika Utara telah menggunakan tembakau.

Namun hadits-hadits nabi sama sekali tidak ada yang menyebut tentang rokok. Padahal kalau seandainya rokok itu haram, seharusnya ada disebutkan di dalam hadits.

  1. Kitab Fiqih Klasik Berbeda Pandangan Tentang Hukum Tembakau

Pembahasan tentang rokok hanya ada di dalam kitab-kitab fiqih di masa belakangan. Istilah yang digunakan bukan ‘rokok’, melainkan tabagh yang berarti tembakau.

Namun kebanyakan kitab fiqih klasik yang ditulis oleh para ulama ulama di masa lalu tidak sampai kata sepakat untuk mengharamkan tembakau. Kalau kita teliti dengan seksama kitab-kitab fiqih klasik, maka akan kita dapatkan hanya sebagian ulama yang sampai mengharamkan. Selebihnya ada yang menyebut hukumnya makruh. Dan ternyata

juga yang dengan tegas menghalalkannya.

  1. 3. Industri Rokok Menyangkut Hajat Hidup Banyak Orang

Menurut para pendukung kebolehan rokok, lepas dari bahaya asap rokok, mereka juga mempertimbangkan bahwa Industri rokok di Indonesia telah berhasil memberikan lahan pekerjaan buat begitu banyak tenaga kerja, baik di sektor pertanian tembakau, pabrik pengolahan tembakau, hingga distribusinya.

Bahkan begitu banyak event besar seperti olah raga, seni dan beragam aktifitas masyarakat yang didanai oleh industri rokok. Jadi dalam logika pendukung halalnya rokok, kalau rokok itu diharamkan, maka akan muncul banyak pengangguran dimana-mana, termasuk penghasilan para kiyai di desa-desa. Rupanya banyak kiyai di desa itu yang punya perkebunan tembakau.

Tentu saja pandangan ini masih bisa diperdebatkan, tetapi setidaknya urusan lapangan kerja dan hajat hidup pada pekerja di balik industri rokok ini perlu juga dipikirkan.

  1. 4. Pemerintah Terima Cukai Besar Dari Industri Rokok

Sudah bukan rahasia lagi bahwa pendapat negara dari nilai cukai rokok cukup signifikan. Kita yang awam saja bisa dengan mudah melihatnya. Perhatikan nilai cukai sebagaimana tertera di kemasan antara Rp 2.000 dan Rp 3.900. Artinya, dari tiap bungkus rokok yang diberi izin beredar, negara menerima uang sebesar itu.

Berdasarkan data Badan Litbangkes pada 2010 jumlah pemasukan dari cukai rokok sebesar Rp. 55 trilyun dalam bentuk uang segar. Dan pada tahun 2011 nilainya sekitar Rp 65 triliun. Data tahun 2012 saat itu diprediksi akan mencapai Rp 72 triliun.

Barangkali hal ini pula yang membuat pertimbangan bahwa rokok tidak segera dinyatakan terlarang secara total di negeri kita. Maka rokok sudah dianggap sebagai satu sektor penyumbang devisa negara potensial yang nampaknya terus dipertahankan.

Yang menarik, beberapa penelitian menyebutkan masyarakat strata ekonomi lemah sampai miskin dan tingkat pendidikannya rendah, dominan menjadi perokok. Penelitian itu juga menyebutkan pekerja manual lebih banyak merokok ketimbang pekerja profesional. Masyarakat dengan strata seperti itu kebanyakan berada di pedesaan.

  1. Alasan Individu

Namun yang paling banyak dijadikan alasan bagi para perokok untuk merokok adalah alasan individu. Maksudnya, karena seseorang sudah jadi penikmat asap rokok, maka dia akan punya 1001 alasan yang sekiranya bisa memberinya peluang untuk merokok.

Seorang kiyai yang sudah ketagihan rokok, pernah beralasan bahwa dirinya tidak bisa mengajar kitab-kitab kuning di pondok pesantrennya kalau belum menghabiskan 2 batang rokok dulu sebelumnya. Beliau bilang bahwa huruf-huruf arab pada kitabnya tidak kelihatan. Jadi beliau tidak bisa mengajar. Tetapi kalau membacanya sambil menyedot asap rokok, huruf-huruf itu kelihatan jelas, bahkan tanpa kaca mata sekalipun.

Entah kiyai ini bercanda atau serius, tetapi menurutnya secara pribadi bahwa hukum merokok itu baginya sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, hukumnya wajib bahkan fardhu ‘ain.Terserah orang lain mau bilang apa.Logika yang pak kiyai itu bangun adalah bahwa mengajar itu hukumnya wajib. Sedangkan kalau tidak bisa mengajar kecuali harus merokok dulu, maka hukum merokok menjadi wajib. Suatu kewajiban yang tidak dapat dikerjakan karena ada satu hal tertentu, maka hal itu hukumnya pun ikut menjadi wajib.

Tentu kita sah-sah saja untuk tidak sependapat dengan pandangan kiyai yang satu ini. Namun kurang lebih begitulah pandangan mereka yang sudah terlanjur kecanduan rokok. Sampai ada yang bilang, beratnya ibadah puasa bulan Ramadhan itu bukan karena menahan lapar dan dahaga, melainkan karena menaham mulut yang terasa asem tidak kena rokok seharian. Astaghrfirullah!

Itulah kurang lebih alasan-alasan yang sering disebutkan oleh mereka yang masih menganggap rokok itu hukumnya halal, setidaknya hanya sebatas makruh saja. Kita tentu saja berhak untuk menolak salah satu atau keseluruhan dari alasan-alasan di atas. Sebab di sisi lain tentu saja ada banyak pendapat yang secara tegas mengharamkan rokok.

Kalau dalam jawaban ini terasa hanya mendukung pendapat yang memakruhkan dan membolehkan rokok, sebebarnya karena menjawab pertanyaan, yaitu kenapa masih ada yang menghalalkan rokok. Sebelumnya sudah beberapa kali artikel tentang rokok ini ditulis, silahkan lihat pada link berikut ini sebagai pembanding.

2.1.2  Dalil Pendapat Yang Memakruhkan

Para ulama yang memakruhkan tembakau setidaknya punya dua alasan yang mendasari hujjah merek, yaitu terdapatnya bau yang kurang sedap dan tidak adanya nash sharih yang mengharamkan.

  1. Bau Kurang Sedap

Umumnya yang dijadikan landasan atas kemakruhan tembakau karena baunya yang kurang sedap. Sehingga secara umum mereka memakruhkan hukum menghisap asap tembakau, sebagai qiyas dari makruhnya memakan bawang dan makanan berbau tidak sedap lainnya.

Bahkan seluruh ulama sepakat melarang penghisap tembakau untuk masuk masjid.

  1. Tidak Nash Sharih Yang Mengharamkan

Sedangkan alasan tidak mengharamkannya, karena tidak ada nash yang sharih (tegas) untuk mengharamkannya. Sebab hampir seluruh nash yang diajukan oleh mereka yang mengharamkan asap

tembakau ternyata bukan nash yang sharih.

Maka mengharamkan sesuatu yang tidak ada nash keharamanannya justru tidak bisa dibenarkan. Hukum asal segala sesuatu adalah ibahah (boleh) sampai datangnya nash yang mengharamkannya. Dan nash yang mengharamkannya tidak pernah ada, kecuali hanya ijtihad sebagian kalangan. Dan ijtihad bukan nash syariah.

2.1.3. Dalil Pendapat Yang Mengharamkan

Pendapat yang mengharamkan rokok menjawab alasan-alasan di atas dengan jawaban-jawaban sebagai berikut :

  1. Tidak Ada Nash Bukan Berarti Tidak Haram

Kalau alasan tidak haramnya rokok itu semata-mata karena tidak ada nash Quran atau hadits, tentu sebuah logika yang lemah sekali.

Sebab betapa banyak perbuatan-perbuatan yang sudah sepakat kita haramkan, padahal kita tidak temukan dalil pengharamannya secara eksplisit di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

Misalnya, kita tidak pernah menemukan ayat atau hadits yang mengharamkan ganja, pil ekstasi, pil koplo, mariyuana, putau, sabu-sabu dan obat-obat terlarang lainnya. Yang ada hanya ayat yang mengharamkan arak (khamar), dimana secara fisik ganja dengan teman-temannya itu tidak sama

dengan arak. Arak itu minuman yang terbuat dari perasan buah anggur atau kurma, yang diproses sedemikian rupa sehingga memabukkan.

Kalau pun ganja dan teman-temannya kita haramkan sekarang ini, kita tidak menggunakan ayat Quran atau hadits, tetapi kita menggunakan qiyas, lantaran ada kesamaan ‘illat dengan khamar yaitu memabukkan.

Maka ketika kita mengharamkan rokok, memang tidak ada nash Quran atau hadits yang secara eksplisit mengharamkan. Tetapi secara ‘illat, dalil keharamannya karena rokok itu merusak, meracuni dan membunuh. Pendeknya, rokok itu adalah sesuatu yang secara ilmiyah terbukti pasti membahayakan kesehatan bahkan berakhir kepada kematian.

Yang menjadi ‘illat atas haramnya rokok bukan karena kenajisannya seperti haramnya kita makan babi atau bangkai. Juga bukan karena efek menghilangkan kesadaran dan kewarasan, sebagaimana haramnya kita minum khamar.

Tetapi karena ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini menemukan bahaya asap rokok yang serius dan sangat mematikan. Sebuah penemuan yang sangat baru dan untuk jangka waktu yang panjang belum pernah disadari oleh manusia.

Walhasil, kalau di kitab-kitab fiqih klasik tidak pernah dibahas tentang haramnya rokok, karena manusia saat itu belum mengenal hakikat racun asap rokok. Yang mereka kenal hanyalah bau mulut akibat rokok, sehingga hukumnya paling jauh sekedar makruh.

  1. Kitab Fiqih Selalu Berkembang

Kalau mereka yang tidak mengharamkan rokok berdalih bahwa selama 14 abad tidak ada kitab fiqih yang mengharamkan rokok, sehingga rokok itu tidak haram, maka hal itu dijawab sebagai berikut : Ilmu fiqih adalah ilmu ijtihad yang dinamis dan selalu mengiringi dinamika kehidupan. Sebagaimana dinamika hidup manusia yang selalu berkembang, maka tetap dibutuhkan ijtihad yang bisa menjawab secara ilmiyah dengan kaca mata syariah atas semua perkembangan itu.

Dahulu belum ada orang naik roket terbang ke angkasa mengorbit bumi, sehingga tidak ada kajian fiqih tentang bagaimana shalat di ruang angkasa, yang dalam 24 jam seorang astronot bisa mengalami terbit matahari 20 kali. Tidak ada pembahasan kemana arah kiblatnya kalau shalat.

Tetapi hari ini ilmu fiqih dan para mujtahid dituntut untuk bisa menjawab semua masalah ini secara ilmiyah dan modern. Bagaimana cara puasa seorang astronot, jam berapa dan berapa kali shalatnya, menghadap kemanakah shalatnya itu, dan serentetan pertanyaan lainnya.

Maka kita tidak bisa bersembunyi di balik kitab-kitab fiqih klasik yang ditulis ratusan tahun yang lalu. Sebab apa yang mereka tulis lebih didasari atas fenomena yang ada di masa lalu. Untuk masa sekarang ini, begitu banyak fenomena yang telah berkembang, termasuk fenomena rokok.

Kalau hari ini kita masih melihat banyak kiyai yang asyik menyedot asap rokok, barangkali karena mereka tidak mendapatkan up-date terbaru soal informasi bahaya asap rokok. Dalil yang mereka pakai masih dalil yang klasik dan ketinggalan zaman. Namun para ulama yang melek informasi dan mengerti teknologi dan ilmu pengetahuan, biasanya akan cepat menyerap informasi dan cenderung menghindari diri dari asap rokok. Baik sebagai perokok aktif maupun pasif.

Ketika kalangan ahli menemukan formalin di banyak bahan makanan, serempak orang berhenti memakan makanan yang mengandung formalin. Ketika boraks ditemukan dalam makanan kita, orang-orang pun segera berhenti memakannya. Mengapa mereka bisa begitu kompak dan serempak berhenti makan formalin, boraks dan sebagainya?

Ustaz As-Sayyid Sabiq, penulis kitab Fiqhus-Sunah, memasukkan rokok sebagai bagian dari benda yang haram dikonsumsi. Sebab dalam pandangan beliau, rokok adalah benda yang memberikan mudarat bagi tubuh manusia.1

  1. Fakta Bahaya Rokok

Mereka yang mengharamkan rokok berhujjah denga hasil penelitian ilmiyah di masa modern ini, bahwa asap rokok mengandung lebih-kurang 4000 elemen yang setidaknya 200 di antaranya dinyatakan

1 Fiqhussunnah jilid 3 halaman 268

berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang memengaruhi saraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen sehingga bisa memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Efek racun pada rokok membuat pengisap asap rokok mengalami risiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok):

▪ 14 kali menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan

▪ 4 kali menderita kanker esofagus

▪ 2 kali kanker kandung kemih

▪ 2 kali serangan jantung

Rokok juga meningkatkan risiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Mengisap rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.

Karena itu para ahli kesehatan dunia sampai ke tingkat ijma’ untuk mengatakan bahwa dikatakan: tidak ada batas aman bagi orang yang terpapar asap rokok. Selain itu ada juga fakta-fakta yang tidak mungkin dimungkiri lagi:

▪ Rekomendasi WHO, 10/10/1983 menyebutkan seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi manusia di muka bumi.

▪ WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun karena rokok.

▪ 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Shanghai Cina disebabkan oleh rokok.

▪ Persentase kematian yang disebabkan oleh rokok lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalu lintas.

▪ Dua puluh batang rokok per hari menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.

▪ Persentase kematian orang berusia 46 tahun atau lebih 25% lebih besar bagi perokok.

Semua kenyataan ilmiyah ini belum terbayang di masa kitab-kitab kuning itu ditulis. Tetapi bukan karena kitab kuning itu kuno.

Penyebabnya karena rokok yang mereka kenal di zaman itu ternyata bukan rokok yang kita kenal di zaman sekarang.

Rokok di masa lalu hanyalah tembakau yang dilinting dengan kertas atau daud bambu, kadang

ditambahi cengkeh dan racikan alami. Kalau asapnya dihirup ke paru-paru memang ada bahayanya, tetapi tidak seberbahaya rokok buatan zaman sekarang.

Efek yang secara fisik dihasilkan oleh rokok zaman dahulu itu hanya bau mulut yang kurang sedap. Itulah kenapa banyak kitab kuning memakruhkan rokok, sehingga mereka bilang kalau merokok jangan dekati masjid. Sebab akan menggangu pergaulan.

Tetapi rokok zaman sekarang punya daya rusak yang hebat, walau pun –kata perokok- rasanya jauh lebih nikmat dan lebih gurih.

Dilihat dari bahan-bahannya saja, kita mungkin akan terkaget-kaget, ternyata rokok zaman sekarang ini bukan hanya terbuat dari tembakau, tetapi ada beragam limbah dan racun mematikan yang ikut dicampurkan.

Terbayangkah oleh kita bahwa di dalam sebatang rokok itu ada terkandung zat-zat yang amat mematikan dan menjadi racun? Sebut saja misalnya ada bahan bakar roket (methanol), bahan baku pembuatan baterai (cadmium), cairan bahan pembuat korek api (butane), limbah gas (methane), bahan baku cat, bahan pembunuh serangga, racun yang amat mematikan (arsenic), bahan pembersih toilet (amonia) dan beragam jenis racun lainnya.

Maka kalau alasan tidak haramnya rokok semata-mata karena tidak diharamkan di kitab-kitab kuning klasik, rasanya tidak salah. Asalkan rokok yang dimaksud memang rokok di zaman dulu, dimana rokok zaman dulu itu terbebas dari zat-zat

berbahaya.

Ada pun rokok zaman sekarang, tentunya sangat jauh berbeda dengan rokok zaman dulu. Mengkaji hukum rokok zaman sekarang ini tidak boleh menggunakan analisa fiqih di zaman dulu.

Untuk rokok zaman sekarang, harus dianalisa dan dikaji sesuai dengan realitas di zaman sekarang. Jangan sampai kita salah zaman.

Kira-kira analognya seperti ini : di masa lalu Rasulullah SAW tidak pernah minum air dari sumur dengan cara dimasak atau dididihkan terlebih dahulu. Begitu juga kakek kita di masa lalu, mereka terbiasa minum air mentah langsung dari tempayan.

Nah coba saja kalau berani, minum air mentah di zaman sekarang, jangan dimasak dan jangan disterilkan. Sudah bisa pastikan diare akan menyerang kalau kita minum air mentah dari kran, sumur atau pompa begitu saja.

Kenapa?

Semua lantaran kenyataan bahwa air di masa lalu umumnya belum tercemar. Tetapi air tanah terutama di kota-kota besar di zaman sekarang ini, sudah sangat tercemar. Bahkan umumnya di kota besar kita tidak lagi minum air tanah, karena sekedar mendidihkannya belum cukup. Kita minum air galon kemasan yang mata airnya konon diambil dari pegunungan.

  1. Industri Rokok Bukan Industri Vital

Klaim bahwa industri rokok itu vital karena

menanggung penghidupan orang dalam jumlah besar sesungguhnya berlebihan dan terlalu dibesar-besarkan.

Sebab para buruh yang katanya berjumlah besar itu tidak pernah sejahtera hidupnya sejak generasi kakek mereka bekerja menjadi buruh di tempat yang sama.

Yang menjadi kaya dalam industri rokok hanya para toke dan pemilik pabrik saja, sementara buruhnya tetap berada pada hirarki yang paling rendah, paling lemah dan tidak berdaya.

Kalau saja ada peluang kerja yang lain, yang sedikit bisa lebih menjanjikan, pastilah mereka mau beralih profesi, tidak lagi bekerja di pabrik rokok.

Begitu juga petani tembakau, kalau Pemerintah sedikit saja punya perhatian dan bisa memberikan solusi bertani yang lebih menguntungkan dan bermanfaat buat umat, tentu petani tembakau sangat siap untuk beralih budi daya tanaman.

Sekarang ini, kenapa ada banyak buruh rokok dan petani tembakau, karena mereka tidak punya pilihan lain kecuali menekuni pekerjaannya. Orang-orang kecil itu sudah terlalu sering dimanfaatkan dan dijadikan kambing hitam demi kepentingan yang jauh lebih besar.

Kalau pun bermanfaat buat keuangan negara, karena Dirjen Bea Cukai memang mendapat pemasukan besar dari cukai rokok. Tetapi yang menjadi pertanyaan penting, seberapa signifikan penerimaan negara dari cukai rokok dibandingkan

dengan biaya yang harus ditanggung negara untuk mengobati para pasien korban dari rokok?

Dan seberapa besar penerimaan cukai rokok itu dibandingkan dengan uang rakyat yang disikat oleh para koruptor?

Salah seorang murid Penulis yang bekerja di Kantor itu bercerita bahwa angka penerimaan cukai rokok yang diterima negara tidak terlalu signifkan, dibandingkan dengan angka korupsi misalnya.

Seharusnya keinginan baik itu lahir dari penguasa, karena yang diberi amanat untuk menjalankan kekuasan adalah penguasa.

KESIMPULAN

Demikian kajian singkat tentag hukum rokok yang ternyata memang para ulama berbeda pendapat. Salah satu sebabnya karena perbedaan dalam mendefinisikan apa yang dimaksud dengan rokok. Lalu sebab lain dalam menentukan ‘illat keharamannya, yaitu madharat.

Kemadharatan memang menjadi hal yang wajib untuk ditinggalkan. Namun demikian, masih ada banyak madharat lain yang sebenarnya jauh lebih berbahaya ketimbang rokok, namun para ulama kontemporer nampaknya masih belum sepakat untuk mengharamkannya. Kajian tentang rokok ini memang agak membuat kita jadi kurang nyaman, lantaran ada sebagian kalangan umat Islam yang sudah sampai taraf mengharamkan, tetapi tidak pernah disepakati. Lagian banyak juga ulama kontemporer yang tidak mengharamkannya. Jadi jatuhnya hanya sekedar makruh dan ‘illatnya juga bukan madharat, melainkan bau yang tidak sedap.

 

LTN NU Kab. Tasikmalaya

Maju bersama ummat, umat kuat negara hebat

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button