1. Pendahuluan
Hukum islam datang dibumi Indonesia bersamaan dengan datangnya orang islam di nusantara dari komunitas islam berlanjut dengan muncul kerajaan-kerajaan islam dan berakibat munculnya badan peradilan yang berdasarkan hukum islam, yang diantaranya memperoleh bentuk ketatanegaraan dalam masa kesultanan islam pada masa itu.
Menalaah aspek epistemologi menurut filsafat syariah dapat menggunakan dua pendekatan yakni, pendekatan kefilsafatan dan pendekatan empiris historis ilmu syariah itu sendiri. Secara empiris historis, dijumpai tiga pilar utama ilmu syariah: Filsafat ilmu syariah, metodologi ilmu syariah, dan Ilmu fiqih. Metodologi ilmu syariah melahirkan ilmu ushul fiqih, ilmu syariah melahirkan berbagai cabang yang kemudian disebut fiqih ibadah, muamalah, mawaris, jinayah, dll.[1]
Bila isu pokok epistemologi itu kaitanya dengan hukum ekonomi islam, maka akan tergambar hal berikut dibawah ini:
- Ilmu hukum islam adalah, ilmu tentang hukum dalam agama
- Sumber ilmu syariah adalah, wahyu dan
- Ilmu pada hakikatnya dari Allah dan manusia diberi alat untuk mengetahuinya yakni akal dan indra.
- Pengetahuan adalah, ilmu yang dimiliki oleh manusia atas hasil usahanya melalui akal, indra, dan
Diskursus penting dalam konteks negara hukum adalah penegagak hukum kehidupan hukum dalam masyarakat prespektif ini diyakini tidak disebabkan kaitan paham negara hukum melaikan memandang secara kritis kecenderungan yang akan terjadi dalam kehidupan bangsa yang berkembang kearah suatu tatana masyarakat yang modern. Kondisi ini menuntut adanya hukum yang berdimendi nasional yang memuat paradikma local sekaligus mampu merespon dinamika masyarakat kekinian.
Eksitensi hukum dalam proses pembangunan sesunguhnya tidak sekedar berfungsi sebagai alat pengendalian sosial melaikan lebih dari itu, hukum diharapkan mampu menggerakan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan car a-cara baru dalam rangka mencapai suatu keadaan masyarakat yang di cita-citakan, dalam konteks inilah hukum diharapkan mampu mengarahkan masyarak pada pola perilaku baru yang sesuai dan dikehendaki.
Kaitannya dengan proses moderenisasi masyarakat muslim secara lebih husus memberikan iplikasi yang tidak sedikit terhadap perkembangan hukum islam di Indonesia, hukum islam telah menjadi salah satu elemen hukum negara modern dan turut dalam satu system negara yang legitimitet demikian kiranya wacana yang mempengaruhi perkembangan hukum islam.
Dari sinilah komunikasi hukum islam terjadi terutama dalam rana hukum keluarga islam melihat perubahan-perubahan tersebut keberanjakan hukum islam yang dinukil dari kitab-kitab fiqih konfensional dan tradisi masyarakat ini seolah menjadi sebuah konsekuensi logis yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat Indonesia saat ini.
Salah satu implikasi dari suatu negara yang tengah menghadapi proses pembangunan adalah kebutuhan untuk modernnisasi secara utuh setiap sector baik pembangunan hukum dan infastrukturnya, dalam suasana pembangunan tersebut, Indonesia melakukan multi dimensi moderenisasi tidak hanya dalam pembangunan hukum akan tetapi juga dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, termaksut keagamaan.
Hukum keluarg islam yang notabennya tertanam kuat tradisi, adat, dan budaya masyarakat di indonesiaharus dibuat berhadapan dengan moderenisasi hukum terutama dalam hal hukum sebagai alat rekayasa sosial sehingga cukup relefan antara kadar dan presentase muatan hukum islam yang harus diperankan oleh negara dan didukung oleh komunitas muslim di Indonesia.[2]
Berangkat dari uraian diatas untuk menjalankan tugas mata kuliah filsafat hukum keluarga islam penulis mencoba mengkaji, menelaah, yang penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah berjudul “Filsafat Hukum Keluarga Islam (Ontologi dan Epistemologinya Untuk tertibnya penulisan karya ilmiah ini, penulis membagi kajian masalah kedalam tiga bagian Apakah yang dimaksud dengan Filsafat Hukum Keluarga Islam ?Apakah penjelasan tentang Ontologi Filsafat Hukum Keluarga Islam ? Apakah yang dimaksud Epistemologi Filsafat Hukum Keluarga Islam ?
2. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM KELUARGA ISLAM
Kata Filsafat berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan (philein = cinta, dan shopia = hikmah, kebijaksanaan). Filsafat sering diartikan dengan alam berfikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut filsafat. Berfilsafat adalah berpikir menurut tata tertib logika dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar- dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab sesuatu menjawab pertanyaan-pertanyaaan fundamental.
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah 1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, 2) Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 – 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 – 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Dalam ensiklopedi Indonesia dinyatakan bahwa secara epistimologi setiap pengetahuan manusia merupakan kontak dua hal, yaitu” obyek dan manusia sebagai subyek. Kata ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai ilmu pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi)
Latar belakang timbulnya Filsafat Hukum, didorong dari fitrah manusia untuk berfikir yang pada umumnya disebabkan karena ada hakekat soal tentang alam, baik yang ada dalam diri, maupun yang berada di luar diri manusia. Pada umumnya persoalan-persoalan itu timbul dari manusia dan oleh sebab itu ia memerlukan filsafat bagi kehidupannya. Setiap manusia harus membuat keputusan dan tindakan. Manakala seseorang hendak mengambil tindakan dan keputusan yang tepat, ia memerlukan filsafat. Dalam hal yang dipersoalkan adalah Hukum, maka persoalan hukum tersebut menyangkut tiga objek yaitu : Manusia, Tuhan dan Jagad Raya.
Di antara tiga objek itu yang memegang peranan ialah manusia, karena manusia memerlukan dan menjalankan hukum, sedangkan Tuhan dan Jagad Raya telah mempunyai ketentuan-ketentuan atau undang-undang sendiri yang tidak berubah-ubahdan berada di luar ketentuan manusia.
Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang mempelajari dan diterapkan pada hukum Islam. Ia merupakan filsafat khusus dan objeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Oleh sebab itu filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum Islam.
Jika kita berbicara tentang hukum, paling tidak ada empat kompenen yang harus ada yaitu peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, dibuat dan ditegakkan oleh penguasa dan bersifat mengikat atau memiliki sanksi yang jelas/ tegas.
Perkataan hukum yang dipergunakan sekarang ini dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukum dalam bahasa Arab. Artinya norma atau kaidah yakni ukuran, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut diatas dengan hukum dalam pengertian norma dalam bahasa Arab itu memang erat sekali. Setiap peraturan, apapun macamnya dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai intinya. Dalam hukum Islam kaidah itu disebut hukum. Itulah sebabnya maka dalam perkataan sehari-hari orang berbicara tentang hukum suatu benda atau perbuatan. Yang dimaksud seperti telah disebut di atas, adalah patolan, tolak ukur, ukuran, atau kaidah mengenai perbuatan atau benda tersebut.
Sistem hukum yang ada didunia dapat dikasifikasikan menjadi lima bagian yakni; sistem hukum Anglo saxon, Eropa Kontinental, Komunis, Hukum Adat, dan Hukum Islam.
Di Indonesia terdapat 3 dari sistem hukum tersebut. Sebagai sistem hukum, hukum Islam berbeda dengan sistem hukum yang lain yang pada umumnya terbentuk dan berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran manusia serta budaya manusia pada suatu saat di suatu masa. Hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam al-Qur’an dan Al hadis.
Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum-hukum lainnya yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran manusia belaka.
Hukum Islam yang bersumber dari al Qur’an dan hadis telah dibawa oleh Rasul Muhammad Saw dari sejak awal kerasulannya. Allah swt telah mengutus beliau menjadi pelindung dan penyejuk bagi alam semesta. Hal ini sesuai firman Allah swt surat al Anbiya 107
وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين
Dan tidak kami utus Engkau (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Hukum Islam adalah hukum Allah yang diturunkannya melalui Rasul Muhammad saw dengan menurunkan wahyuNya dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul kita Nabi Muhammad saw. Seiring dengan karasulan beliau Hukum Islam bersumber dari dua macam bentuk wahyu, ada wahyu yang dibacakan (wahyu al matlu) dan ada wahyu yang tidak dibacakan yaitu (wahyu ghairu matlu). Wahyu yang matlu adalah al Qur’an dan yang ghairu matlu yaitu sunah Rasul saw.
Kedua macam bentuk wahyu ini menjadi sumber utama dari hukum Islam, disamping itu ada sumber ijtihad. Hukum Islam adalah hukum yang lengkap mengatur seluruh sisi kehidupan manusia baik dari segi ibadah, muamalah, munakahat dan jinayah. Semua sisi kehidupan ini telah diatur secara lengkap dalam kitab-kitab fikih Islam, baik yang lama (kitab kuning) maupun yang baru dalam kitab-kitab putih. Kita dapat menentukan sekian jumlah buku/kitab mengenai segala macam bentuk ibadah, baik ibadah mahdhah yaitu yang lebih menonjol hanya ibadahnya saja, seperti ibadah sholat shalat, ibadah puasa dan lain-lainnya, maupun ibadah ghairu mahdhah yang tidak semata-mata ibadah saja, tapi ada sisi sosial kemasyarakatannya seperti ibadah zakat, shadaqah, infaq, waqaf dan lain-lainnya.
Demikian pula kitab-kitab fiqih muamalah, dengan segala macam cabang seperti jual beli, perdagangan, prekonomian, perbankan, sewa-menyewa, pinjam meminjam dan lainnya yang sangat banyak kitab fiqih tentang masalah ini. Munakahat (ahwal as syakhsiyah) hukum perkawinan, hukum keluarga, kewalian, kewarisan, pemeliharaan anak dan sebagainya juga sangat banyak kitab-kitab yang membahas masalah ini.
Begitu juga tentang hukum jinayah/pidana yang membahas masalah mengenai pencurian, perzinahan, perampokan, penipuan, minuman keras, pemberontakan, pembunuhan, penganiayaan, dan sebagainya. Kitab-kitab yang membahas masalah ini cukup banyak. Demikian kitab-kitab fiqih yang lain yang lebih rinci dan dibahas dalam bentuk perbandingan hukum dan perbandingan antara mazhab dan ada pula kitab kitab fiqih ini berbentuk ensiklopedi dalam membahas/membicarakan hukum Islam ini
Untuk menyebut hukum keluarga islam ada beberapa istilah yang digunakan para ulama dan perundang-undangan hukum keluarga kotemporer. Adapun istilah-istilah yang umum digunakan dalam bagasa Arab dalam kitab-kitab fikih adalah:
- Al- ahwal al-syakhsyiyah
- Nidzam al-usrah
- Huquq al-usrah
- Ahkam al-usrah
- Munakahat
Dari uraian kata perkata tentang hukum keluarga islam maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Hukum Keluarga Islam menurut istilah adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT, yang bersumber dari Al.Qur’an dan As-Sunnah tentang ikatan kekeluargaan ( family) baik yang terjadi klarena hubungan darah maupun karena hubungan pernikahan yang harus ditaati oleh seorang mukallaf.[3][4]
B. ONTOLOGI HUKUM KELUARGA ISLAM
Secara bahasa Ontologi berasal dari bahasa Yunani, on sama dengan being dan logos sama dengan logis, Jadi ontologi adalah the theory of being qua being ( Teori tentang keberadaan sebagai keberadaan ) obyek telaah ontologi adalah sesuatu yang ada. Ia berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Dengan demikian, ontologi membahas tentang hakikat sesuatu. Dalam kontek lain ontologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang lebih berkonsentrasi untuk mengkaji tentang hakikat sesuatu. Kaitannya dengan hukum keluarga Islam, ontologi berusaha memaparkan asal-muasal (hakikat) dari hukum keluarga Islam itu sendiri.
Jadi Ontologi Hukum Keluarga Islam lebih specifik berasal dari :
- Syari’ah
Syari’ah merupakan ketentuan-ketentuan universal yang terdapat dalam teks (nash) Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian syari’ah adalah kewenangan Illahi yang didalamnya tidak ada intervensi manusia. Dari sinilah yang membuat Syari’ah (syar’i) yaitu Allah SWT, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara keseluruhan aspek norma agama yang meliputi doktrinal (aqidah) dan amaliyah,
Yang dimaksud dengan Syari’ah atau ditulis dengan kata syari’ah secara harfiyah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim, syariat merupakan jalan hidup muslim, ketetapan Allah dan Ketetapan Rasulnya, baik berupa larangan maupun berupa perintah meliputi seluruh aspek dan kehidupan manusia.
Dilihat dari segi Ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan oleh Allah. Yang wajib diikuti oleh orang Islam (muslim) berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlaq, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasulnya. Karena itu, syari’an terdapat didalam Al-Qur’an dan didalam kitab-kitab Hadits.
Fikih
Fikih sering diterjemahkan sebagai hukum islam yang dimaksudkan bidang bahasanya Ijtihadi yang bersifat dzonni, tidak termasuk nilai hukum dalam pengertian syari’at yang bersifat qath’i. Dalam dimensi lain penyebutan hukum islam, dihubungkan dengan legalitas formal dalam suatu negara bagi pendapat para ulama (mujtahid), baik yang sudah terdapat dalam kitab fikih, maupun belum. Jadi disini fiqh islam , bukan lagi hukum islam in abstracto, tapi sudah menjadi hukum islam in concreto, sudah “membumi” di suatu negara, karena secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif.
Sebagai contoh, ketentuan tentang perkawinan menurut para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh ( Fiqh munakahat ) yang digali dari nash al-qur’an dan Sunnah Rasulnya ia bernilai in abstarcto, artinya ketentuan fiqh tersebut, hanya sebatas sebagai himpunan pendapat atau fatwa (doctrin) para ulama (mujtahid) namun dikala ia secara Yuridis dinyatakan berlaku oleh pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, maka ketentuan fiqh tersebut meningkat menjadi hukum islam in concreto, yaitu sebagai hukum yang berlaku ( normna yang mengikat) bagi orang islam di Indonesia.[5]
Hukum Syar’i
Hukum merupakan landasan teoritis dalam menetapkan suatu ketetapan, norma atau ketentuan Tuhan yang terdapat dalam Al-qur’an sebagai sumber hukum Islam (mashadir al.ahkam), dilaksanakan oleh manusia, sesuai dengan kehendaknya, melalui petunjuk yang diberikan oleh Rasulnya (sunnah). Dalam al.qur’an ada ketentuan yang tidak bisa dicampuri oleh akal manusia, terutama dalam bagian Ibadah (mahdhah), namun adapula yang bisa dicampuri oleh pemikiran (ijtihad) manusia, terutama dalam bagian muamalat.
Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut dan baik dilakukan, tentang yang tidak patut dan tidak baik dilakukan. Apa yang dipandang baik, itulah yang harus dilakukan, dan apa yang tidak baik harus ditinggalkan. Mereka yang tidak melakukan sesuatu yang dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang dipandang tidak baik, berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidak baikan (keburuka). Oleh karena itu timbulan norma kewajiban dan larangan, disamping ada norma yang tidak diwajibkan dan tidak dilarang. Bangsa Romawi dalam kaitannya dengan hukum sebagai standar of conduct, memberi isi kepad hukum yaitu imperare, rohibere, dan permitere (kewajiban, larangan dan kebolehan).
C. EPISTEMOLOGI DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM
Sebagaimana diketahui bahwa epistemologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Epistemologi sering diartikan teori pengetahuan atau filsafat ilmu, berkaitan dengan epistemologi dari Hukum Keluarga yakni :
Dalam Ilmu Hukum, pembicaraan tentang Sumber Hukum dibedaka kepada:
- Sumber hukum meteril ( welbron );
- Sumber hukum formil (kenbron);
Sumber hukum meteril merupakan sumber darimana hukum itu berasal (sumber isi), sedangkan sumber hukum formil merupakan sumber tempat hukum itu didapat, ditemukan atau dikenal (sumber kenal). Sumber hukum materil atau sumber isi hukum, ialah sumber yang menentukan corak isi hukum, atau sesuatu yang tercermin dalam isi hukum. Sumber hukum materil, menentukan darimana asal hukum, disebut hukum, serta mempunyai kekuatan yang mengikat, yaitu sebagai norma yang harus ditaati sebagai hukum. Pembicaraan sumber hukum materil merupakan salah satu bidang kajian filsafat hukum.[6]
Sumber hukum formil adalah pembicaraan ilmu hukum, bukan pembicaraan filsafat hukum. Sumber hukum formil atau bentuk-bentuk dimana kita dapat menemukan atau mengenal hukum yang berlaku sebagai hukum positip disuatu negara. Sumber hukum formil dalam ilmu hukum adalah:
- Perundang-undangan
- Kebiasaan (hukum adat, common law)
- Hakim (yurisprudensi,judgemadelaw)
- Perjanjian (traktat,pactaservanda sunt)
- Ilmu Pengetahuan Hukum (doctrine).
Kaitannya dengan sumber hukum Islam, sebagaimana dalil-dalil dalam Al-qur’an baik dalam kontek ibadah maupun petunjuk, hal ini merupakan ketentuan Allaw SWT, yang harus dilaksanakan, ditaati dan dilarang, sebagaimana firman Allah dibawah ini.
ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ …………………..
Artinya: Kitab Al-Qur’an ini, tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (qs. Al-baqoroh:2)
لِكُلّٖ جَعَلۡنَا مِنكُمۡ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ………………….
Artinya: Untuk tiap-tiap ummat diantra kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang
( QS. Al.Maida:48)
ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِع…………………………….
Artinya: Keudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syari’at (Peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syari’at itu (Qs. Al-Jatsyiah:18)
وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ……………………
Artinya: Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia (Qs. An-Nahl:44)
إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِۖ يَقُصُّ ٱلۡحَقَّۖ ………….
Artinya: Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (Qs. Al-An’am:57)
3. Kesimpulan
Pembicaraan tentang filsafat hukum Islam, sebenarnya tidak didudukkan untuk saling menafikan atau membongkar dan membuat yang baru ilmu ushul fiqh, melainkan semata-mata cerminan dan perhatian utama yang diberikan oleh masing-masing pemikir. Ada kalanya seseorang lebih suka berbicara tentang hukum sebagai bersumber dari Tuhan.
Orang lain lebih suka berbicara tentang metode menggali hukum dari sumbernya. Sementara pemikir lain lebih suka berbicara tentang tujuan dan seterusnya. Kajian-kajian yang bervariasi dewasa ini semestinya digunakan sebagai cara mempertajam analisa dalam wacana hukum Islam. Dengan kata lain teori hukum Islam sebenarnya telah ditulis lengkap dengan segala isinya, mulai dari sumber hukum, validitas sumber hukum, cara memperlakukan sumber hukum, cara mengatasi maslahah, metode penggalian hukum, tujuan hukum dan sebagainya, sehingga secara nyata telah di bahas dalam hukum Islam meliputi aspek ontologis dan epistemologis yaitu hakekat hukum dan sumber hukum dan tujuan hukum.
Ketika sebuah “negara Islam” misalnya, menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri itu jelas prosesnya mulai dari fakta tekstual berupa al Qur’an dan Sunnah sampai putusan hukum. Hukum Islam merupakan “kerjasama” antara Tuhan dan manusia. Yang bagian Allah lebih kurang tak bisa diubah lagi, sementara manusia berwenang apa yang menjadi bagiannya.
Dalam hukum Islam juga ada berbagai aliran madhzab, tetapi semuanya menerima al Qur’an, Sunnah dan ijtihad sebagai sumber hukum. Ketiganya merupakan platform minimal yang disepakati dalam pembentukan aturan hukum. Ketika sudah diyakini bahwa hukum Islam adalah hukum Tuhan, sumber hukum telah jelas, tugas manusia telah jelas, maka seluruh kebaikan yang ditemukan oleh sejarah pemikiran manusia sampai dewasa ini, bisa dipergunakan untuk mempertajam atau melengkapi aspek-aspek pemikiran hukum dalam Islam.
Tampaknya pandangan dalam filsafat hukum konvensional (umum) pun juga amat berguna dipelajari oleh ahli hukum Islam agar keseluruhan kerja pemikiran hukum dalam Islam dilakukan dengan seimbang, sehingga produk pemikiran hukum menjadi aturan yang benar-benar matang dan komprehensif. Di sini hukum Islam mampu memenuhi dambaan sebuah hukum yang berlaku secara universal dan abadi. Karena manusia kemudian mempunyai hak untuk menemukan hukum, memberikan tafsiran, mengembangkan dan lain sebagainya, maka hukum Islam bisa menjadi hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat, yang tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Hukum Islam juga dalam batas tertentu diputuskan oleh hakim dengan merunut konsep tujuan hukum yang dirumuskan oleh para ahli demi kepentingan manusia.Penonjolan hukum Islam sebagi hukum illahi, bukan hukum hasil buatan manusia merupakan cerminan dari janji kesanggupan untuk memelihara kebenaran illahi agar terjaga sepanjang masa supaya selalu siap diekplorasi disetiap zaman ketika dibutuhkan.
[1] TahirAzhary, Bunga Rampai Hukum Islam, (Jakarta: In Hill Co, cet,2,2003), hlm.215
[2] Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers 2004), hlm.22
[3] Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, (Depok: Rajawali Pres 2014), hlm. 113
[5] Suparman Usman “Hukum Islam ( asas-asas dan pengantar studi Hukum Islam dalam Tata hukum di Indonesia) Gya media Pratama, Jakarta. 2002, hal. 20
[6] Ahmad Tholabi Kharlie,”Hukum Keluarga Indonesia”Sinar Grafika, Jakarta, 2019. Hal.48