HikmahNgajiOpini

KEWAJIBAN PEMIMPIN

Oleh : Dian Rahmat Nugraha, M.Ag (LTNNU)

Kewajiban Pemimpin

Setiap individu dalam sebuah komu- ditas memiliki kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan kelak, terlepas dari status sosial yang dimiliki, sebagaimana dijelaskan firman Allah:

كُلُّ امْرِي بِمَا كَسَبَ رَهِينَ

Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya (at-Tür/52:21)

Dalam Islam kepemimpinan bukanlah merupakan fasilitas seseorang untuk menikmati dunia, sebaliknya ia merupakan amanah yang kelak diminta pertanggungjawabannya. Semakin besar kekuasaan seseorang, maka semakin berat tanggung jawab nya Oleh karenanya, tanggung jawab seorang pemimpin jauh lebih berat dari komunitas yang dipimpinnya. Seorang pemimpin memiliki beberapa kewajiban terhadap rakyatnya, di antaranya: menjamin

sistem hukum yang adil, menjaga hak asasi warga, melaksanakan amanat undang-undang, mensejahterakan rakyat, melindungi warga negara, dan memelihara keutuhan wilayah dan aset-aset negara. Berikut ini kita akan membahas kewajiban pemimpin satu per satu.

1.  Pemimpin berkewajiban untuk menjamin sistem hukum yang adil

Salah satu kewajiban seorang pemimpin adalah melaksanakan sistem hukum yang  adil. Kewajiban ini dengan gamblang perintah Allah kepada para pemimpin dalam  firman-Nya:

Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat  kepada yang berhak menerimanya  dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (an-Nisa’/4: 58)

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat ini ditujukan bagi para pemimpin antok berlaku adil Sementara Tantawi menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya memerintahkan para pemimpin, sna min kaum mukmin secara umum umik bersikap amanah dan adil. Beliau mengakui bahwa ada sebagian ulama berpendapat bahwa perintah berlaku adil dalam ayat di atan hanya ditujukan kepada para pemimpin dan pata halam yang memiliki wewenang anak menerapkan sebuah hukum, namun Tantawi cenderung memahami bahwa perintah ini ditujukan kepada kaum mukmin secara umum, karena realitanya seseorang yang dipimpin juga akan menemukan situasi yang dituntut untuk berlaku acdii yaitu saat ia menentukan pemimpinnya

Terlepas dan perbedaan interpretasi yang ada antara apakah ayat ini bersifat umum atau khusus, namun pesan yang kita dapatkan daları ayat diatas adalah bahwa bersikap adil merupakan sebuah kewajiban Kewajiban berlaku adil semakin dituntut ketika seseorang memiliki wewenang atas hajat orang banyak agar tidak ada yang merasa dirugikan. Oleh karenanya, dalam ayat lain Allah dengan tegas memerintahkan kepada Daud sebagai khalifah di bumi untuk menerapkan pemerintahan yang berkeadilan Allah berfirman:

يُدَاوُدُ إِنَّا جَعَلْتُكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

(Allah berfirman), Wahai Dawud! sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi , maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nadia, karena akan menyesatkan engkau dan jalan Allah, Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat , karena mereka melupakan hari perhitungan ” (Såd/38:26)

Menurut Ibnu Katsir, ayat di atas merupakan wasiat Allah subhanahu wa ta’ala kepada semua pemegang kekuasaan agar menerapkan sistem hukum berkeadilan yang bersumber dari-Nya, dan melarang melakukan penyimpangan. Dalam ayat diatas juga disebutkan bahwa konsekuensi penyimpangan sangatlah fatal, yaitu azab yang amat pedih. Jelaslah bahwa seorang pemimpin harus berusaha seoptimal mungkin untuk melaksanakan sistem hukum yang berkeadilan yang berlaku bagi semua kalangan masyarakat. Hal ini ditegaskan Allah dalam ayat lain yang menjelaskan harus ditegakkan kapan dan terhadap siapapun kekerabatan tidak dapat mempengaruhi keadilan dalam proses hukum, demikian juga status di mata sosial seseorang, kaya dan miskin di mata hukum memiliki status dan hak yang sama , firman Allah :

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِوالاقربِينَ أَنْ يَكُنْ غَنِيًّا وَفَقِيرَ اللَّهُ أَوْلَى ب

هِمَافَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلُوا أَوْ تُعْرِضُوافَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak  keadilan, menjadi saksi karena Allah, alaupun  terhadap dirimu sendiri atan terbadup ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa)  kaya ataupun miskin, maka Allah Lebih tahu kemaslahatan (kenaikannya). Maka Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena gin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (an- Nisa/4: 135)

Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ayat di atas merupakan teguran terhadap Rasulullah, ketika suatu saat datang dua orang lelaki yang bertikai dalam suatu masalah: yang satu orang kaya dan satunya lagi miskin. Rasulullah memiliki kecenderungan membela yang miskin karena menau seorang yang miskin selalu ada sisi yang lemah, tidak mungkin orang kaya. Kecenderungan ini di Allah, dan Allah memerintahkan untuk  berlaku adil dalam menetapkan hukum terlepas dari status sosial kedua belah pihak yang bertikai.

Dalam sabab nuzul ayat di atas kita dapat melihat bagaimana kecenderungan Rasulullah untuk membela yang lemah, kemudian ditegur oleh Allah karena itu merupakan bentuk ketidakadilan. Sikap Rasulullah ini sangat berbeda dengan realita yang ada di tanah air, dimana tidak sedikit para pemimpin yang memihak kepada kelompok ang berpuashing nyakan dihuni oleh pencuri ayam ketim bang koruptor kelas kakap. Padahal UUD 1945 menyebutkan kewajiban berlaku adil bagi seorang pemimpin.

Menurut Tantawi, dalam ayat diatas Allah menggunakan sighat mubalaghah قوامین yang artinya melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Hal ini mengandung makna bahwa Allah memerintahkan kaum mukmin agar menjadikan adil sebagai sikap hidup mereka dalam segala situasi dan kondisi, terhadap siapapun dan tidak goyah dan gentar karena apa pun.

Penulis tafsir al-Mannär menyebutkan penggunaan agar ini menunjukkan bahwa perintah berlaku adil telah mencapai klimaksnya. Dalam kondisi normal Allah menggunakan kalimat يقبلون أو أقبلو namun dalam ayat ini Allah menggunakan kalimat كولو قوام بالي sighat ini merupakan sifat mubalaghah  yang memiliki makna perintah menjadikan adil sebagai sifat yang menempel pada diri seseorang bukan dari pekerjaan hanya dilakukan sekali sekali. Menurutnya, perintah adil ini berlaku dalam setiap kesempatan, baik adil terhadap anak dan istri atau adil dalam menetapkan hukum pada suatu perkara atas, dalam ayat lain Allah memperingatkan hambaNya agar kebencian tidak menghalanginya untuk berlaku adil terhadap orang yang dibenci. Kewenangan yang dimiliki jangan sampai digunakan untuk menzalimi orang atau kelompok yang kita benci, karena sikap adil sebagaimana dijelaskan di atas merupakan dimensi yang tidak dapat dipisahkan dari seorang mukmin. Apabila seseorang sudah mampu menjadikan adil sebagai sikap hidupnya, maka ia sudah meng aplikasikarı salah satu unsur ketakwaan. Allah berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَانُ قَوْمٍ عَلَى الَّا تَعْدِلُوا اِعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُو اللَّهُ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ )

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (al Ma’idah/5:8)

Ihnu Katsir menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukmin untuk menegakkan keadilan karena Allah, bukan karena ingin populer. Demikian juga ketika menjadi saksi, harus memberikan kesaksian yang benar dan jujur. Da-

dalam kesempatan ini, Ibnu Katsir mengutip sebuah hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim yang menggambarkan keadilan Rasulullah dalam bersikap dan memberi kesaksian, sebagaimana diceritakan oleh Nu’mân bin Basyir,

تَصَدِّقَ عَلَيَّ أَبِي بِبَعْضِ مَالِهِ، فَقَالَتْ أُتِي عَمْرَةُ بِئْتُ رَوَاحَةَ : لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْطَلَقَ أبي إلى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي، فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ قَالَ: لَا ، قَالَ : اتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ (رواه البخاري ومسلم عن النعمان بنشي

pemberian wah bintiBapukku telah memberi sebagian hartanya Raw Wahab berkata, aku tidak rela  rasulullah menjadi saksi Maka bapakku mendatangi Rasulullah untuk menjadi saksi atas pemberiannya padaku. Rasulullah bersabda, “Apakah engkau memberikan hal yang sama kepada semua anakmu?” Ваpakku berkata, “Tidak,” Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, berlakulah adil terhadap anak-anakmu.” Bapakku pun pulang dan mengambil kembali pemberiannya kepadaku. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari an- Nu’man bin Basyir).

Selanjutnya masih menurut Ibnu Katsir ayat ini juga menuntun kaum mukmin untuk Berlaku adil kepada siapapun bahkan kepada musuh sekalipun. Hal ini dapat dipahami dengan jelas dari larangan Allah agar tidak menjadikan kebencian sebagai faktor penghalang berlaku adil.

Demikianlah, adil bisa dikatakan sebagai identitas muslim sejati. Oleh kare ranya, begitu banyak ayat yang menegaskan anajiban berlaken taled bakhan Allah sar khusus memerintahkan Rasulullah dalam firman-Nya:

Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan  kepadamu (Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka dan”Aku beriman kepada Kitab yang Allah dan aku diperintahkan agar berta di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tabankamu. Bagi kami perbuatan kami dan hagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan a kita dan kepadaNyalah (kita) kembali.” antara (asy-Syüra/42: 15)

lah untuk berlaku adil dalam menetapkan hukum di antara kaumnya. Oleh karenanya, begitu banyak hadis yang menggambarkan keadilan Rasulullah, dan tidak sedikit pula riwayat yang memotivasi kaum mukmin untuk berlaku adil terutama para pemimpin, di antaranya:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيَّهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَيَمُوْتُ وَهُوَ غَاسٌ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّاحَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْه جنة. (رواه البخاري عن معقل بن يسار

Tidaklah seorang hamba dijadikan Allah sebagai pemimpin atas sebuah komunitas kemudian ia yang dipimpinnya kecuali Allah haramkan atas nya sarga. (Riwayat al-Bukhari dari Ma’qil bin Yasar

إِنَّ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامُ عَادِلٌ، وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللهِ، وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِامُجائز ( رواه الترمذي عن أبي سعيد )

sesungguhnya orang yang paling dicintai dan dekat Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil dan orang  yang paling dibenci dan jauh tempatnya dari Allah adalah pemimpin yang zalim. (Riwayat at-Tirmidzi dari Abū Said)

Dalam rangka menerapkan sistem peradilan, seorang kepala negara setidaknya memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. Mengangkat dan memberhentikan para hakim

Berdasarkan UUD 1945, salah satu wewenang presiden adalah mengangkat dan memberhentikan para hakim. Dalam masa pemerintahannya, Rasulullah mengangkat para hakim untuk dikirim ke berbagai ne gen untuk menetapkan hukum secara adil. Dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib berkata:

Rasulullah mengutusku ke Yaman sebagai seorang hakim , aku berkata Wahai Rasulullah engkau mengutusku sementara aku masih begitu muda dan tidak punya pengalaman tentang peradilan “ Rasulullah bersabda sesungguhnya Allah akan membimbing hatimu dan menegaskan lidahmu, maka apabila datang kepadamu mu. Maka, apabila datang kepadamu dua orang yang bertikai, jangan sekali-sekali engkau memberi keputusan hingga engkau mendengar dari keduanya sehingga engkau dapat memutuskan dengan benar.” “Ali berkata, “Maka tidak pernah sekalipun aku ragu dalam memberi sebuah keputusan .” (Riwayat Abū Dawud dari ‘Ali)

b . Melaksanakan keputusan pengadilan atau mewakilkannya

Seorang kepala negara memiliki kewajiban untuk melaksanakan keputusan pengadilan terutama terkait masalah pidana, atau dapat mewakilkannya. Rasulullah telah memotong kaki dan tangan sekelompok orang yang telah membunuh seorang gembala mencuri unta zakat ( riwayat at tirmidzi ) Dalam beberapa kasus, Rasulullah mewakilkan pelaksanaan hukuman kepada yang lain , seperti dalam kasus seorang pencuri:

Sesungguhnya telah datang kepada Rasulullah seorang pencuri yang mengaku, tetapi tidak ada barang bukti, Rasulullah bersabda, “Apa betul kamu telah mencuri?” la menjawab, “Benar.” Pertanyaan ini diulangi dua atau tiga kali. kemudian Rasulullah bersabda, “potong tangannya kemudian pencuri tersebut dibawa  dan dipotong tangannya , setelah dipotong di bawa kembali kepada Rasulullah Rasulullah bersabda, “Katakan  Astagfirullah waatubu  ilaih” kemudian Rasulullah bersabda :  Ya Allah terimalah taubatnya ( Riwayat Ahmad dari Abú Umayyah al Makhzumi )

2.  Pemimpin berkewajiban untuk menjaga hak asasi warga

Yang dimaksud dengan hak asasi ma mesta adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya dimanapun ia berada. Tanpa adanya hakim, maka berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak asasi manusia adalah suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum. Al-Qur’an dan hadis Rasulullah menjamin HAM jauh sebelum PBB mendeklarasikannya pada tahun 1948. Di antaranya, kita mendapati ayat yang menjelaskan bahwa Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh-tingkat ketakwaannya, firman Allah:

Wahai  manusia Sungguh, Kami miah menapia kua kamu dan seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa bangsa  dan bersuku suku agar kamu saling mengenal,  Sungguh , yang paling mulia  di antara kamu di sisi Alloh  ialah orang yang paling bertaqwa Sungguh , Allah Maha Mengetahui, Maha teliti . (al-Hujurăt/49, 13)

Dalam tafsirnya, Tantawi menjelaskan sabab nuzül ayat diatas adalah perintah Rasulullah untuk menikahkan seorang budak dengan salah seorang putri dari Bani Bayadhah. Mereka bertanya, “Bagaimana mungkin kami harus menikahkan putri kami dengan seorang hamba sahaya?” Maka turunlah ayat di atas.”

Dalam ayat diatas, Allah dengan tegas. melarang manusia untuk merasa bangga dan memiliki kelebihan dari yang lain sekaligus mendorong manusia untuk berlomba  dalam menggapai predikat taqwa.

 إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَأَمْوَالِكُمْ، إِنَّ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ )رواه مسلم عن أبي هريرة(

Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian, tetapi melihat hati dan perbuatan kalian. (Riwayat Muslim dari Abü Hurairah)

Jelaslah, bahwa manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan, atau jenis kelamin. Ketaqwaan Lah yang membedakan mereka, Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam, bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَى أَنَّمَا الهُكُمُ الهُ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَامَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِعِبَادَةِ رَبِّهِ لَعَدا

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima nabyw, hatime secanggahma Tahan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa menghang pertemuan dengan bannya maka hendaklah dia mengerjakan kebaJikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada tuhannya   (al-Kahf/18: 110)

Dalam tafsirnya, asy-Sya’rawi mengatakarı:

“Pada ayat diatas Rasulullah menyatakan bahwa sebagaimana umatnya, beliau pun dituntut untuk melaksanakan perintah Allah. Bahkan, bisa dikatakan kondisi Rasulullah lebih berat, mengingat belian tidak hidup bergelimang, kenikmatan dunia, sementara di antara umatnya banyak berkehidupan cukup babkan dalam kemewahan. Ayat di atas sama sekali tidak memberikan keistimewaan kepada Rasulullah, Beliau adalah seorang manusia sama seperti rakyatnya, hanya saja Allah memberi kepercayaan kepadanya untuk menerima wahyu-Nya

Jaminan terhadap hak asasi manusia dalam Islam terangkum dalam ad-Darüriyatul Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan diturunkannya syariah Islam adalah untuk menjaga agama, jiwa, kehormatan, harta, dan akal. Hal ini dapat kita temui dalam firman Allah:

Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuban kepadamu Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bestaat haik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka janganlah kamu mendekati perbuatan yang ki, baik yang terlihat maupun sang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. demikianlah  Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. demikianlah Dia memerintahkan kepala kamu ingat.” (al-An’am/6: 151-152)

Ayat di atas dengan jelas memberikan kan perhatian kepada hak manusia te mendasar (ad-dharuriyyatul-khams).  jaminan terhadap agama tercermin dalam laranga menyekutukan Allah: “الأنشركوا به شیفا – jaminan terhadap jiwa terefleksi dalam larang- an membunuh putra-putri dan manusia se cara umum kecuali dengan alasan yang benar menurut syariat “ولا تقتلوا أولادكم من إملاق” ولا تقتلوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحق” dan Jaminan terhadap keturunan dipahami dari larangan mendekati perbuatan keji: ولا تقربوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطْلُ” . Dalam Surah al-Isra’/17 ayat 32 dijelaskan bałrwa perbuatan keji yang terbesar adalah perbuatan zina yang mengakibatkan ketidakjelasan nasab  ولا تقربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيلا )

Jaminan terhadap harta tercermin dalam larangan memakan harta anak yatim dan perintah menyempurnakan takaran dan timbang an: “ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أخسر” dan ” وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقَط Sementara jaminan terhadap kebebasan berpikir (akal) terefleksi dalam larangan dan perintah di atas, karena tanpa akal manusia tidak akan mampu memahaminya apalagi untuk melaksanakan atau menghindarinya. Oleh karena itu, ayat pertama ditutup dengan fir- . man-Nya: دلكم وصاكُمْ به لعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Tidak sedikit hadis Rasulullah yang menegaskan perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi warga, di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Abū Hurairah:

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُ هُوَعِرْضُهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ وأحمد عن أبي هر

Diharamkan atas setiap muslim terhadap seorang muslim darahnya, hartanya, dan kehormatan (Riwayat Muslim dan Ahmad dari Abū Hurairah)

Di Eropa, isu mengenai hak asasi manusia baru timbul pada abad ke-17 dan ke-18, sebagai reaksi atas keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di masa itu terhadap rakyatnya atau terhadap manusia-manusia yang mereka kerjakan, yaitu masyarakat lapisan bawah. Masyarakat lapisan bawah ini tidak

mempunyai hak-hak. Mereka diperlakukan sewenang-wenang sebagai budak yang dimiliki Sebagai reaksi terhadap keadaan tersebut umbul gagasan supaya masyarakat lapisan bawah tersebut diangkat derajatnya dari kedudukannya sebagai budak menjadi sama dengan masyarakat kelas atas, kate na pada dasarnya mereka adalah manusia juga. Oleh karena inu, muncullah ide untuk menegakkan HAM, dengan konsep bahwa semua manusia mu sama, semuanya merdeka dan bersaudara, ndak aila yang berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah, dengan demikian tidak ada lagi budak

Sejak masa itu, usaha penegakan HAM terus berlangsung, mulai dari usaha menghapus perbudakan, perlindungan terhadap kaum minoritas, sampai perlindungan terhadap korban perang Puncak dari usaha tersebut adalah dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak-hak Asası Manusia (Universal Declaration of Human Right) oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang menjelaskan hak-hak asasi fundamental yang disetujui pemerintah untuk dilindungi. Deklarasi tersebut bertujuan untuk melindungi hidup, kemerdekaan, dan keamanan pribadi, menjamin kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul secara damai, berserikat, dan berkepercayaan agama, dan kebebasan bergerak, dan melarang perbudakan, penahanan sewenang-wenang, pemenjaraan tanpa proses yang jujur, lagi adil dan melanggar hak-hak pribadi seseorang, Di samping itu, deklarası tersebut juga mengandung jaminan terhadap hak hak ekonomi, sosial, dan budaya.”

UUD 1945 telah mengakomodasi munan terhadap hthya dalam Balam be berupa pasalteram, Bab X. Pasal 284-281 19 Oleh karena itu, Presiden Ri berkewajiban untuk menjamin hak asas warga negara Indonesia yang meliputi hak hidup dan ber penghidupan yang layak

3. Pemimpin berkewajiban untuk melaksanakan amanat undang-undang

Setiap muslim dituntut untuk mengemban amanah dengan sebaik-baiknya, terlebih apabila ia seorang pemimpin yang mengemban amanah dari rakyatnya. Dalam Al-Qur’an kita dapat menemukan beberapa ayat yang memerintahkan kaum muslim terutama para pemimpin untuk melaksanakan amanat yang diembannya dengan sebaik-baiknya, diantaranya firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمْنَتِ إِلَى أَهْلِهَا

Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (an- Nisa/4:58)

Menurut Tantawi ayat diatas  memerintahkan kaum muslim melaksanakan atau menyampaikan amanah dengan sebaik-baiknya, tidak kurang atau   lebih. Dalam ayat ini, Allah menisbatkan  perintah memenuhi amanah kepada Zat-Nya. Hal ini sebagai petunjuk bahwa apa yang diperintahkan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini memberikan indikasi terhadap urgensi amanah dalam perilaku dan sikap seorang muslim, bahkan dalam salah satu riwayat  Abu Hurairah ditegaskan bahwa mangkir dari  menjalankan amanah merupakan salah satu ciri seorang munafik

مِنْ عَلَامَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَهُ، إِذَا حَدَّثَ كَذَّبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ. ( رواه مسلم عن أبي هريرة)

Di antara tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila bicara, ia berdusta, apabila berjanji, ia ingkar, apabila diberi amanat, ia berkhianat (Riwayat Muslim dari Abū Hurairah)

Syaikh asy-Sya’rawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanah adalah melaksanakan hak orang lain yang ada pada diri kita. Menurut beliau, mengemban amanah merupakan sebuah pilihan, seseorang memiliki pilihan unnık menerima atau menolak suatu amanah. Namun, ketika ia menyatakan kesanggupannya, maka ia berkewajiban untuk melaksanakannya dengan sebaik-baiknya

Dengan demikian, seseorang ketika menyatakan kesanggupannya menjadi seorang pemimpin, maka ia berkewajiban untuk melaksanakan amanah yan nya berupa aspirasi anggota komunitasnya. Demikian halnya dengan seorang kepala negara, ia berkewajiban melaksanakan amanah rakyat berupa aspirasi yang disampaikan melalui para wakilnya dan kemudian disusun dalam bentuk undang-undang, Hal ini sesuai dengan bunyi sumpah presiden dalam UUD 1945, yang menegaskan bahwa seorang presiden berkewajiban melaksanakan amanat undang-undang Yang dimaksud dengan undang-undang (atau disingkat UU) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan perwakilan Rakyat dengan persetujuan  bersama presiden. Undang-undang memiliki untuk konsolidasi posisi politik dan bukan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.”

Sampai saat ini, masih banyak undang undang yang tidak terlaksana karena tidak ditindaklanjuti oleh peraturan-peraturan pelaksana oleh presiden dan pemerintah. terhadap sumpah jabatan. Disisi lain banyak kasus yang belum sesuai dengan amanat undang-undang, misalnya: alokasi anggaran Kementerian Kesehatan yang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Negara (RAPBN) 2011 sebesar Rp 26,2 triliun, belum memenuhi amanat Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menetapkan bahwa besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji. Apabila belanja negara dalam RAPBN 2011 sebesar Rp 1.202 triliun. Seharusnya alokasi biaya kesehatan sesuai UU Kesehatan adalah Rp 60,1 triliun (5 persen).

4.  Pemimpin berkewajiban untuk mensejahterakan rakyat

Jaminan Islam terhadap kesejahteraan warga bukan sekadar teori, namun dibarengi dengan konsep yang konkret dalam merca- lisasikannya. Dalam Islam, seorang pemimpin negara berkewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya secara merata. Kita dapat menemui ayat-ayat yang memerintahkan Rasulullah untuk mengambil zakat dari si kaya untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang miskin sehingga tercipta keseimbangan sosial dalam masyarakat. Di antaranya adalah firman Allah:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهَرُهُمْ وَتُزَكَتِهِمْ بِهَا 1721

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka (at-Taubah/9: 103)

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa walaupun ayat di atas merupakan perintah Allah kepada Rasulullah untuk mengambil zakat dari para muzaki, namun ia berlaku umum untuk semua pemimpin umat Islam. Oleh karenanya, ketika sekelompok orang tidak mau mengeluarkan zakat pada masa Abù Bakar dengan dalih bahwa hanya Rasulullah yang berhak mengambil zakat, Abū Bakar dan para sahabat memerangi mereka hingga kembali mengeluarkan zakat. Sementara itu, Syekh asy-Sya’räwi menegaskan bahwa ayat di atas merupakan dalil bahwa pengumpulan zakat dilakukan

oleh pemerintah untuk kemudian didistribusikan kepada orang fakir atau para mustahik lain yang telah ditetapkan oleh Allah Dalam ayat ini, jelas sekali Allah tidak menginginkan orang-orang fakir mengulurkan tangannya kepada orang yang mampu (kaya) yang pada hakikatnya akan mengurangi harga diri mereka. Oleh karena nya, Allah memerintahkan kepada Rasulullah dan para pemimpin setelahnya untuk mengambil zakat dari orang-orang yang mampu untuk menghindari rasa rendah din pada para mustahik.”

Berdasarkan ayat di atas, al-Mawardi dan Abü Ya’lä menetapkan bahwa di antara kewajiban kepala negara adalah mengatur keluar masuk uang negara; berupa pengumpulan dan distribusi zakat dan pajak. Hal ini juga diakomodasi oleh UUD 1945 yang menyebutkan bahwa salah satu kewajiban presiden adalah mengatur anggaran pendapatan dan belanja negara untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, presiden mengajukan anggaran dana yang kemudian dibahas oleh Dan memperhatikan pertimbangan Dalam rangka merealisasikan keserakyat, presiden memiliki wewenang menarik pajak atau pungutan lain yang bersifat memaksa. Tentu saja kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan yang berlaku bagi semua rakyat. Artinya, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk menyejahterakan semua rakyatnya, sebagaimana dimaksud oleh salah satu sila dari dasar falsafah negara (sila kelima): keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Falsafah ini mengandung

makna bahwa salah satu tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan bu no yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya memperkaya golongan tertentu dan menelantarkan yang lain. sehingga tercipta kesenjangan sosial yang mencolok di antara lapisan masyarakat. Kondisi seperti ini sangat dibenci oleh Rasulullah sehingga banyak riwayat dari be liau yang mengecam orang-orang yang ada daları kemapanan dan tidak mengacuhkan saudaranya yang kekurangan, di antaranya apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:

مَا آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَوْعَانُ (رواه البزار والطبراني عن )أنس

Tidaklah beriman kepada Allah dan Hari Akhir, orang yang tidur dalam keadaan kenyang semen tara tetangganya lapar. (Riwayat al-Bazzar dan at-Tabrani dari Anas)

Dalam hadis di atas, Rasulullah mengecam orang-orang yang mengacuhkan tetangganya sementara ia hidup berkecukupan . Rasul bahkan melabelinya dengan beriman kepada Allah dan hari akhir, karena  kondisi semacam ini dapat merusak tatanan masyarakat. Kesenjangan sosial dapat memicu  timbulnya kejahatan. Untuk mengantisipasi hal ini, Islam menawarkan beberapa solusi diantaranya kewajiban zakat sebagaimana dijelaskan oleh salah satu ayat dari Surah at-Taubah/9 di atas. Demikian juga yang diperintahkan Rasulullah kepada

Mu’äe bin Jabal ketika beliau mengutusnya sebagai wali di Yaman

أَخْبِرُهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةٌ تؤخذ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتْرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ. (رواه مسلم عن ابن عباس

Sampaikan kepada mereka bahwa Allah men pihkan zakat yang diambil dari orang-orang yang kaya di antara mereka dun dikembalikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Riwayat Muslim dari ibnu  “Abbas)

Dalam perintah Rasulullah di atas tersurat bagaimana cara Islam mensejahterakan rakyatnya, dengan mengambil sebagian harta warga yang kaya untuk didistribusikan kepada warga yang miskin. Cara ini sudah terbukti berhasil diterapkan dalam pemerintahan Islam. Dalam sejarahnya, pemerintahan Islam telah mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya hingga tidak ada lagi orang miskin. Bahkan, Umar bin al- Khattab menutup rumah santunan orang di Madinah karena seluruh rakyat madinah berkecukupan. Demikian terjadi di Yaman, Mu’aż bin Menemukan satu orang pun yang hang orang miskin untuk mendistribusikan zakat yang telah terkumpul, sehingga ia terpaksa menerima zakat yang terkumpul ke Madinah sebagai ibukota khilafah. Tak kalah menariknya kesuksesan yang ditorehkan oleh Umar bin ‘Abdul Aziz. Pada masa pemerintahannya, setiap hari beliau memerintahkan kepada stafnya untuk mencari orang miskin, orang yang tidak mampu membayar hutang, yang mau menikah namun tidak memiliki kemampuan finansial dan anak-anak yatim yang terlantar, agat mereka dibantu untuk memenuhi ke buruhannya. Demikian seterusnya, hingga suatu hari tidak ada lagi orang yang membutuhkan bantuan pemerintah, karena mereka telah hidup berkecukupan.

Jika kita melihat kondisi Indonesia saat ni, maka kita bisa menilai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Ketua Bappenas, Armida Alisjahbana, meski terus turun dalam lima tahun terakhir, tingkat kemiskinan di Indonesia masih relatif tinggi. Saat ini tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 13,33 persen dengan jumlah penduduk miskin 31 juta orang. Hal ini membuktikan bahwa kinerja pemerintah belum optimal terutama dalam mengatur anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai upaya mensejahterakan rakyat

5.  Pemimpin berkewajiban untuk melindungi warga negara

Perlindungan terhadap warga negara merupakan salah satu kewajiban pemimpin . Dalam rangka merealisasikan perlindungan tersebut, Rasulullah telah menorehkan konstitusi pertama di dunia yaitu yang dikenal dengan Piagam Madinah (as-shahifah an nabawiyah ). Dalam pugam ini, Rasulullah sebagai pemimpin tertinggi menjamin perlindungan terhadap semua warga negara Madinah yang heterogen, mencakup berbagai suku dan agama. Rasulullah menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam perlindungan selama mereka memenuhi kesepakatan yang ada

Di Indonesia, perlindungan terhadap warga negara dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Mereka bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Perlindungan ini tidak hanya diperuntukkan bagi warga negara yang ada di wilayah Indonesia, naman juga warga negara yang menetap di luar negeri. Untuk tujuan perlindungan ini, presiden berkewajiban untuk menempatkan duta besar di negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan negara- nya. Hal ini ditegaskan oleh pasal UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden mengangkat duta dan konsul” Setiap kantor perwakilan Indonesia di luar negeri, baik di tingkat kedutaan besar, könsulas jenderal, maupun konsulat , mempunyai dak boleh diabaikan, ga Indonesia yang sản Namun sampai saat dungan terhadap warga utama yang n melindungi war ayah tugasnya paknya perlin- adi luar nege- in masih sangat lemahama bagi para TKI Sebagai pahlawan devisa yang dapat menghasilkan devisa 60 trium rupiah per tahun, pada kenyataannya tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara untuk mendapatkan perlindungan, bahkan mereka menjadi ajang pungli (pungutan liar) bagi pejabat dan agen terkait. Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami pemotongan gaji secara legal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan

“bea jasa” yang di iklan oleh PJTKI dan para TKI yang dikirimkannya Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga sampai tujuh bulan, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa jaji selama berbulan bulan Karenanya, Wikipedia mengklaim bahwa TKI adalah bentuk perbüdakan yang paling aktual di Indonesia. Selain kerugian materi tidak  sedikit TKI yang mendapatkan gangguan fisik dan psikis dari para pengguna jasa mereka di negara setempat. Karena itu, nyaris pemberitaan tentang penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap TKI selalu menghuası media di tanah air. Tentu saja hal ini merupakan PR besar bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya melindungi warga negara.

6.  Pemimpin berkewajiban untuk memelihara keutuhan dan kedaulatan negara

Seorang kepala negara harus mampu menciptakan keamanan dan stabilitas nasional sehingga rakyatnya dapat beraktivitas dengan leluasa tanpa dihinggapi ketaku Lebih jauh dari itu, seorang kepaим dituntut untuk dapat melindungi negara  dari serangan musuh sehingga keutuhan dan kedaulatan wilayahnya terjamin. Untuk merealisasikan hal ini, diperlukan kekuatan militer yang memadai. Berkaitan dengan ini, Rasulullah telah memberikan teladan kepada setiap pemimpin dengan selalu memberikan pos keuangan khusus untuk

memperkuat pasukan perangnya dengan melengkapi alat-alat perang dan pertahanan serta memilih SDM yang tangguh. Apa yang dilakukan Rasulullah merupakan aplikasi dari firman Allah

وَاعِدُّوا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رَبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهِ عَدُوٌّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَأَحْرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمْ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا

مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بُوَفَ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لا تُظْلَمُونَ

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuaт untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dam pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang  kamu tidak mengetahuinya  tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan) (al-Anfäl/8 60)

Ayat di atas memberi pesan bahwa harus selalu dalam keadaan pmhankan diri dari serangan susunan kemampuan dan kekuatan useimmil Sehingga dengan kekuatan dan pertahanan tersebut, musuh menjadi gen- tat. Oleh karenanya, seorang kepala negara yang bertanggung jawab akan memberikan perhatian yang besar terhadap pasukan militernya dengan melengkapi persenjataan yang paling mutakhir.

Asy Sya’rawi dalam tafsirnya menjelas kan bahwa Allah telah mengetahui di antara kaum mukmin akan ada yang merasa bahwa melengkapi kekuatan militer dengan persenjataan yang paling mutakhir merupakan pemborosan uang negara. Oleh karenanya, Allah telah menyiapkan jawabannya. Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa harta yang dibelanjakan untuk berjihad di jalan-Nya sebenarnya tidak mengurangi harta yang ada, semuanya akan dibalas oleh Allah dengan setimpal

Dalam menafsirkan ayat di atas, Tantawi menyebutkan bahwa ketika para pemimpin muslim mengaplikasikan ayat ini dengan baik, negara Islam akan menjadi negara besar yang tangguh dan disegani oleh musuh. Berbeda dengan kondisi negara Islam sekarang yang sangat tergantung kepada negara asing dalam hal persenjataan dan pertahanan, sehingga kekuatan asing tidak sungkan untuk menduduki wilayah teritorial sebuah negara.

Menurut UUD 1945, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung Tentara Nasional Indonesia yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sementara Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

UUD 1945 juga menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Dengan demikian, Presiden berkewajiban untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Dalam kaitanya dengan kewajiban ini, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden memiliki wewenang untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

Posisi strategis Indonesia yang berlokasi di antara dua benua dan dua samudera membuat tugas pemerintah menjaga batas teritorial tidak gampang, Pada posisi tersebut, Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara: India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina Papua Nugini, yang sampai kini belum terselesaikan.

 

LTN NU Kab. Tasikmalaya

Maju bersama ummat, umat kuat negara hebat

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button