KISAH- KISAH DALAM AL-QUR’AN
Arti Kisah dalam Al- Qur’an
Dalam Al-Qur’an kata qisasah diungkapkan sebanyak tiga puluh kali, dalam berbagai bentuk baik dalam bentuk fi’il madi, mudari, maupun dalam bentuk masdar yang terpancar dalam berbagai ayat dan surat. Lafal kisah berasal dari bahasa Arab qisasaat jamaknya qisasa, menurut Muhammad Ismail yang dikutip oleh Nasruddin Baidan[1] berarti “ hikayat dalam bentuk prosa yang panjang”, sedangkan makna Al-qathhan berkata kisah berasal dari kata Al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Kisah adalah peristiwa masa lampau yang direkonstruksi atau dikisahkan atau diceritakan kembali dengan berdasar pada ingatan, kesan juga penafsiran seseorang. Kisah dalam Al-Qur’an merupakan kisah yang sangat istimewa, berkualitas sangat tinggi, memiliki nilai dan tujuan yang dikandungnya teramat mulia. Dan suatu keistimewaan kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak terdapat unsur khayalan atau sesuatu yang tidak pernah terjadi (QS. Al-Isra ayat 105) yang artinya : dan kami turunkan (Al-Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Pengertian Al-Qur’an Secara etimologi al-Qur’an berasal dari bahasa Arab dalam bentuk kata benda abstrak mashdar dari kata (qara’a – yaqrau Qur’anan) yang berarti bacaan. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh al-Qur’an bukanlah musytak dari qaraa melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia, sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Penamaan ini dikhususkan menjadi nama bagi Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Menurut gramatika bahasa Arab bahwa kata “al- Qur’an” adalah bentuk mashdar dari kata qara’a yang maknanya muradif (sinomin) dengan kata qira’ah, artinya bacaan tampaknya tidak menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian yang dipergunakan al-Qur’an dalam berbagai tempat dan ayat.
Al-Qur’an secara terminologi adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan menjadikannya sebagai sumber pengetahuan, sebagaimana kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa.
Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril, ia tertulis pada “mashahif”, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, membacanya terhitung ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Manna al-khalil al-qathtahn[2] mendefinisikan Qishashul Qur’an sebagai pemberitaan Al-Qur’an tentang hal ihwal umat-umat dahulu dan para Nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Al-Qur’an banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum.
Ahmad Khalfullah dalam desertasinya, pernah menetapka teori-teori seni bercerita ke dalam Al-Qur’an. Menurutnya, seni berkisah terbagi menjadi beberapa gaya.
- Bentuk Histori (laun tarikhi) yang melibatkan pelaku-pelaku sejarah yang nyata dan kejadian yang faktual.
- Bentuk penggambaran (laun tamtsili) yang memperbolehkan untuk mengambil tokoh-tokoh khayalan dan fiktif dan kejadian-kejadiannya tidak harus faktual.
- Bentuk legenda (laun utsuri) yang dibangun diatas dongeng-dongeng legendaris kemasyarakatan. Kisah bentuk ini biasanya ditemukan dalam masyarakat primitive yang mempercayai mitos-mitos.
Tujuan Kisah Dalam Al-qur’an
- Untuk menetapkan bahwa nabi muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah, bukan berasal dari orang-orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nashrani. Kisah-kisah Al-Qur’an menjadi bukti kenabian (mukjizat), bagaimana Rasulullah SAW yang ummi dapat menceritakan kisah-kisah umat terdahulu dan cerita yang akan datang jika tidak mendapatkan wahyu dari Allah SWT.
- Penghibur kegalauan hati Rasullah SAW dan meneguhkan jiwanya dalam mengemban risalah dakwah, karena Nabi-nabi terdahulunya pun mengalami fenomena kehidupan yang sama. Dengan kata lain sebagai motifasi Rasulullah SAW dan para da’I pengurus syariat islam . dengan mengetahui kisah-kisah para nabi bersama kaumnya maka mereka akan menemukan ruh baru.
- Merubah pandangan ahli kitab bahwa umat islam adalah umat yang buta huruf sekaligus menghilangkan kesan bahwa umat islam adalah umat yang bodoh dan mengoreksi pendapat para ahli kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk-petunjuk kitab sucinya sebelum diubah dan diganti oleh mereka sendiri.
- Pengungkapan cerita Al-Qur’an menggunakan gaya bahasa yang deskriptif dan dialogis. Gaya pengungkapan seperti ini belum pernah dipakai oleh bangsa Arab dalam bahasa sastranya pada waktu itu, sehingga bisa dikatakan bahwa Al-qur’an memberikan inovasi baru dalam dunia sastra Arab pada zamannya. Gaya ini juga merupakan I’jaz Al-Qur’an.
- Memberikan pengetahuan tentang syari’at umat terdahulu, sehingga keindahan syari’at islam akan nampak jelas bila dibandingkan dengan syari’at mereka. Mungkin iini juga salah satu rahasia rahasia Al-Qur’an yang jarang sekali menyebutkan pelaku kisah dalam Al-Qur’an, kecuali hanya menyebutkan sisi-sisi positif yang mengandung teladan saja.
- Mengikuti perjalanan sejarah, baik berupa jatuh bangunnya peradaban manusia, dan menjelaskan tatanan-tatanan pondasi masyarakat madani seperti kisah Nabi Yusuf a.s sewaktu menjadi pejabat dan kisah para pengawalnya yang menggeledah saudara-saudaranya ketika kehilangan cawan milik kerajaan.
- Menuatkan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW mengenai kisah-kisah umat terdahulu, sebab tidak ada yang mengetahui kisah tersebut kecuali Allah SWT[3].
Kesimpulan
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa yang ada didalamnya. Ia adalah bagian dari ayat-ayat yang diturunkan dari sisi yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Maka bagi manusia mukmin, tidak ada kata lain kecuali menerima dan mengambil ibrah (pelajaran) darinya
Referensi
Baiquni, ‘Wawasan Umum Tentang Kisah’, 2015, 20–51
Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, Studi Al-Quran, Journal of Chemical Information and Modeling, 2016, liii
Nadihah, Nurul, Binti Mohd, Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri, and Sultan Syarif Kasim, ‘DALAM KISAH AL- QUR ’ AN’, 2015
[1] Nurul Nadihah and others, ‘DALAM KISAH AL- QUR ’ AN’, 2015. Hal 10
[2] Ade Jamaruddin Muhammad Yasir, Studi Al-Quran, Journal of Chemical Information and Modeling, 2016, liii. Hal 26
[3] Baiquni, ‘Wawasan Umum Tentang Kisah’, 2015, hal
20–51.