OpiniSantaiWarta

Sejarah Puasa

Oleh : Dian Rahmat N, M.Ag (LTNNU Kab.Tasikmalaya )

 

Sejarah Puasa

 Oleh : Dian Rahmat N, M.Ag (LTNNU Kab.Tasikmalaya)

Email: kangdianrahmat@gmail.com

 Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh umat manusia sebelum Islam. Hal tersebut dapat diketahui dari firman Allah:

“… sebagaimana telah ditetapkan atas orang-orang sebelum kamu….” (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an ketika menjelaskan ayat “… kama kutiba ‘alalladzina min qablikum….”, mengatakan bahwa Asy-Sya’bi, Qatadah dan ulama lain menandaskan bahwa penyerupaan (tasybih) disini kembali kepada waktu dan kadar lama berpuasa. Sebenarnya Allah swt. telah memfardhukan puasa Ramadhan atas umat Musa dan Isa, kemudian mereka mengubahnya. Pendeta- pendeta mereka menambah sepuluh hari. Pada suatu ketika salah seorang pendeta jatuh sakit, lalu bernazar, “Jika Allah menyembuhkanku, aku menambah sepuluh hari lagi.”

Sesudah dia sembuh, dia menepati nazarnya tersebut. Karenanya jadilah puasa orang Nasrani menjadi 40 hari. Karena sukar berpuasa di musim panas, mereka pindahkan puasa tersebut ke musim rabi’ (musim bunga).

Kemudian seorang pendeta lagi mengalami sakit mulutnya karena makan daging, lalu mereka bernazar pula, “Jika pendeta sembuh mulutnya, akan menambah puasa tujuh hari lagi.” Kemudian datang seorang raja lain menyempurnakan hari yang tujuh tersebut dan berpuasa di musim bunga. Karena itu puasa mereka menjadi 5o hari.[1]

Mujahid mengatakan, “Allah telah mewajibkan puasa kepada setiap umat.” Sayyid Rasyid Ridha mengatakan, “Puasa itu pernah dilakukan orang-orang Arab sebelum Islam.” Diberitakan oleh Aisyah  bahwa orang-orang Quraisy berpuasa pada hari Asyura.

Setelah Nabi datang ke Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Maka Nabi juga berpuasa pada hari itu dan menyuruh para sahabat berpuasa pula. Pada akhir bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, Allah menurunkan Ayat ash-Shiyam (ayat-ayat yang mewajibkan puasa) yakni ini ayat 183, 184, 185 surat al-Baqarah, yang mewajibkan puasa bagi umat Islam untuk menyiapkan mereka menjadi orang-orang yang taqwa

Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa puasa telah difardhukan atas umat-umat yang dahulu. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah pun bersabda mengenai puasa Asyura:

مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَفْطِرْ.

Barangsiapa berkehendak berpuasa Asyura hendaklah dia berpuasa dan barangsiapa hendak berbuka, hendaklah dia berbuka.”

Rasulullah saw. berpuasa Ramadhan selama hidupnya sebanyak sembilan kali. Delapan kali dengan 29 hari dan sekali saja yang penuh 30 hari.[2] Muhammad Abduh mengatakan, “Tuhan tidak menerangkan siapa saja sebelum kita yang diwajibkan puasa. Tuhan tidak menerangkan dengan tegas.”

Menurut pendapat yang termasyhur, puasa diwajibkan bagi semua pemeluk agama. Bangsa Mesir yang menyembah berhala, juga berpuasa. Bangsa Yunani mengharuskan puasa bagi kaum laki- laki dan wanitanya. Demikian pula bangsa Romawi. Orang Hindu terus-menerus mengerjakan puasa hingga sekarang. Dalam kitab Taurat (kitab Perjanjian Lama) tidak ada keterangan yang mewajibkan puasa. Dalam kitab tersebut, hanyalah terdapat keterangan- keterangan yang memuji orang-orang yang melakukan puasa saja.

Nabi Musa as. melaksanakan puasa selama 40 hari. Sedangkan orang-orang Yahudi berpuasa 7 hari lamanya untuk memperingati keruntuhan Darussalam, mereka juga berpuasa satu hari di bulan ‘Ab (bulan kedelapan dari tahun Syamsiyah)[3]. Dikatakan bahwa Taurat mewajibkan orang Yahudi berpuasa 1 hari pada hari ke-10 dari bulan ketujuh. Mereka berpuasa siang dan malam. Boleh jadi, inilah yang mereka namakan ‘Asyura. Dan ada beberapa hari lain yang dipuasakan orang Yahudi.

Kita tidak mendapatkan keterangan dalam Injil tentang kewajiban puasa, hanya dikatakan bahwa puasa adalah suatu ibadah serta menyuruh orang-orang yang berpuasa untuk meminyaki kepala dan membasuh muka, agar jangan terlihat tanda-tanda berpuasa. Puasa orang-orang Nashara yang termasyhur ialah puasa sebelum Idul Fishi (hari memperingati bangunnya Al-Masih dari kubur).

Puasa inilah yang dilakukan oleh Musa, Isa dan para Hawari. Kemudian, kepala-kepala gereja melaksanakan beberapa puasa yang lain. Dalam cara mereka berpuasa terdapat banyak perselisihan paham. Di antara mereka ada yang berpuasa dari daging, dari telur, dari ikan, dari susu dan sebagainya. Cara puasa yang dikerjakan orang- orang Nashara, mula-mula serupa dengan puasanya orang-orang Yahudi. Kemudian mereka ubah, mereka berpuasa dari tengah malam, sampai tengah siang.

Zakaria menerangkan bahwa Bani Israil sesudah diusir ke Babil, maka di antara hari yang mereka berpuasa adalah hari ketiga belas dari bulan Adar (Maret) untuk memperingati Haman dan Astir. Haman adalah seorang wazir (Perdana Menteri) Akhsyar syis, raja Persia. Wazir adalah seorang yang menyusun siasat untuk memusnahkan seluruh bangsa Yahudi. Tipu muslihat ini diketahui oleh permaisuri raja yang bernama Astir. Haman (bukan Haman Fir’aun) ditangkap dan dibunuh. Orang-orang Israil mempunyai pula beberapa macam puasa yang dilakukan  pada waktu-waktu peringati Nabi-nabi mereka dan pembesar-pembesar mereka seperti Musa dan Harun, atau memperingati peristiwa-peristiwa yang penting dalam sejarah mereka yang semuanya ada 25[4].

[1] Al-Qurtubi: 274.

[2] Dalam suatu riwayat 2 kali yang penuh 30 hari

[3] Al-Manar II: 158-159.

[4] Dr. Abdul Wahid Wafi, Ash-Shaumu wa al-Udhhiyah: 23-24

 

No Kontak,,082219106252

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button