1. Patuh kepada pemimpin
Umat Islam menyepakati kewajiban patuh kepada pemimpin yang adil dan larangan memberontak terhadap pemimpin tersebut . Hal ini didasarkan pada argumentasi yang salah satunya berupa khabar, yang artinya
Barangsiapa yang telah berbaiat kepada imam dan mengulurkan tangannya untuk menggoyahkan kalbu dan kalbu, maka taatilah pemimpinnya semaksimal mungkin. Jika ada pihak lain yang menentang kepemimpinannya, lawanlah mereka
Allah SWT juga berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ…..ۚ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasulullah (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. (QS.4/An-Nisa’: 59)
Sebuah hadits juga menyebutkan,
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan pada pemimpin) maka ia pasti bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa argumen yang membelanya. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851).
.
Yang dimaksud melepaskan tangan dari ketaatan adalah tidak mau taat pada pemimpin padahal ketaatan tersebut bukan dalam perkara maksiat, sehingga ia enggan berbaiat pada pemimpin.
Yang dimaksud tanpa argumen yang membelanya adalah tidak ada uzur (alasan) ketika ia membatalkan janjinya untuk taat. Sedangkan kalimat tidak ada baiat di lehernya adalah tidak mau berbai’at, yaitu mengikat janji setia untuk taat pada pemimpin.
Mati jahiliyah yang dimaksud adalah mati dalam keadaan sesat dan salah jalan sebagaimana keadaan orang-orang jahiliyah karena dahulu mereka tidak mau taat pada pemimpin bahkan mereka menilai aib jika mesti taat seperti itu. Namun bukanlah yang dimaksud mati jahiliyah adalah mati kafir sebagaimana sangkaan sebagian golongan yang keliru dan salah paham.
Faedah Hadits
1. Wajib mentaati jama’ah atau penguasa yang sah dan wajib berbai’at pada mereka. Dan jama’ah yang dimaksud di sini bukanlah kelompok, golongan, atau kumpulan orang tertentu tetapi yang dimaksud adalah yang punya kuasa dan punya wilayah yang sah. Sehingga jika di negara NKRI, taat pada jama’ah berarti taat pada pimpinan negara selama bukan dalam hal maksiat.
2. Siapa yang enggan taat pada penguasa dengan membatalkan janji setianya untuk taat (baca: bai’at), maka ia berarti telah terjerumus dalam dosa besar dan telah serupa dengan kelakuan orang Jahiliyah.
3. Hendaknya setiap umat memiliki pemimpin yang urusan agama diatur oleh mereka.
4. Mati jahiliyah bukan berarti mati kafir tetapi mati dalam keadaan tidak taat pada pemimpin. Sehingga orang-orang yang enggan taat pada pemimpin atau penguasa yang mengatur maslahat mereka, maka ia pantas menyandang sifat ini.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita pemimpin yang jujur dan adil, yang mampu menyejahterakan rakyat. Moga kita pun dikarunia oleh Allah sebagai hamba yang taat pada Allah, Rasul-Nya dan ulil amri kaum muslimin.
Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada pemimpin) dan berpisah dari mayoritas umat Islam, lalu ia meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliah .
Jika pemimpin adalah seorang yang fasik, ia seharusnya diingatkan dalam hal kebaikan dan kemenangan. Sangat dimakruhkan menjuluki seorang pemimpin dengan sifat-sifat yang tidak ada pada dirinya, seperti orang yang shaleh dan adil. Hal ini sebagaimana dilarangnya pula menjuluki seorang pemimpin dengan panggilan yang dilarang untuk diberikan kepada manusia, seperti Syahansyah yang Agung atau Raja Pengawas Kemanusiaan. Panggilan yang pertama termasuk sifat-sifat Allah yang tidak dapat diberikan kepada manusia, sedangkan panggilan yang kedua hanyalah kebohongan belaka.
2. Kelengseran saat Seorang Pemimpin Meninggal
Pada saat seorang pemimpin meninggal, pemimpin atau ketua-ketua pada jabatan di bawahnya tidak perlu lengser, seperti pemimpin dalam jabatan umum, jaksa, pimpinan daerah, pengawas wakaf, penjaga baitul-mal dan panglima pasukan. Ketentuan ini sudah menjadi kesepakatan fuqaha. Sebagai gambaran, pada masa para Khulafe Rasyidin mengangkat para pemimpin, tidak ada satu pun di antara mereka yang lengser saat khalifah meninggal dunia. Alasannya adalah karena khalifah telah memberikan tanggung jawab dan tugas kepada mereka sebagai perwakilan yang mengurusi umat Islam, bukan mewakili urusan khalifah itu sendiri. Karena itu, para pimpinan tersebut tidak perlu lengser saat pemimpin tertinggi mereka meninggal dunia, Jika para pimpinan tersebut ikut lengser justru akan membahayakan urusan umat Islam dan menyebabkan terlantarnya umat.
Adapun para dewan menteri harus ikut lengser saat pemimpin tertinggi mereka meninggal dunia ataupun turun tahta. Sebab kementerian adalah perwakilan dari pemimpin itu. Perwakilan akan ikut lengser jika pihak yang diwakili meninggal dunia. Seorang pemimpin akan mengangkat menteri menterinya untuk ditugaskan pada beberapa urusan kehalifakhan .